Hasil produksi dijual ke para tengkulak (2)



Jajaran tempe siap jual yang tersusun rapi di atas rak serta karung-karung berisi kedelai sudah menjadi pemandangan yang lumrah di sentra produksi tempe yang terletak di Kelurahan Krobokan, Kecamatan Semarang Barat, Jawa Tengah ini.

Suparti, perajin tempe di sentra ini mengambil pasokan bahan baku kedelai dari Gandul, Semarang. Wanita yang kerap disapa Parti ini biasanya sekali berbelanja bisa mencapai tiga kuintal sampai empat kuintal kedelai. Jumlah ini cukup untuk persediaan untuk produksi beberapa minggu ke depan.  

Dia membeli kedelai Rp 5.000−Rp 6.000 per kilogram (kg) dari pasar. Namun sering kedelai yang dia beli dari pasar masih banyak tercampur dengan bungkil jagung. "Sehingga perlu waktu untuk memilih kedelai sebelum proses pembuatan tempe," ujar Parti.


Kedelai yang berkarung-karung ini lantas disimpan di ruang kedap udara di dalam rumah agar tahan lama. Sementara, Sumarno, perajin tempe yang memiliki merek dagang Anggrek ini mengambil pasokan kedelai dari daerah Sumber Agung Kota Semarang. Dia biasa membeli 10 kuintal kedelai sekali berbelanja.

Sumarno memilih mengambil kedelai dari daerah ini karena kualitas kedelainya lebih bagus meski harga jualnya lebih tinggi yakni  sekitar Rp 6.500 per kg. Proses pembuatan tempe ini terbilang susah-susah gampang. Karena proses pembuatannya memakan waktu lama, aktivitas membuat tempe harus dilakukan sejak pagi.

Kacang kedelai harus direndam kurang lebih 12 jam−18 jam setelah dibersihkan. Setelah kulit kedelai terkelupas, kemudian dicuci dan direbus sampai empuk. Setelah itu kedelai di keringkan di tampah untuk proses pemberian ragi.

Lantas kedelai dimasukkan dalam plastik-plastik besar yang telah dilubangi untuk difermentasi dengan suhu ruangan kamar selama satu hari sampai dua hari. Setelah kedelai sudah tertutup jamur, maka tempe siap untuk dikemas dan dijual.

Menurut Sumarno, yang membuat tempe buatannya menjadi lebih enak karena dia memberi takaran setiap 1 kg kedelai ditambahkan dua sendok ragi. Hasil produksi tempe dari para warga Kelurahan Krobokan ini umumnya diambil oleh para tengkulak yang datang ke rumah-rumah warga.

Dari situ tempe-tempe tersebut kemudian disalurkan ke pasar-pasar dan kepada para pedagang sayur di kawasan Pasar Bulu di Kota Semarang. Namun tidak jarang para perajin tempe ini juga langsung menjualnya kepada para pedagang sayur langganan.

Sumarno bilang, terkadang pada musim liburan ada juga pembeli dari luar kota yang membeli tempe khas Krobokan untuk dijadikan oleh-oleh sepulannya dari berwisata di Semarang.  

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Havid Vebri