KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri perbankan tanah air telah diramaikan pemain bank-bank digital dalam beberapa tahun terakhir. Alhasil, persaingan yang ketat menuntut adanya inovasi jika tak ingin ditinggalkan nasabah. Sebagai informasi, dalam tujuh tahun terakhir setidaknya ada sekitar ada 13 bank digital baru bentukan perusahaan bank, perusahaan layanan jasa keuangan, maupun perusahaan teknologi finansial. Jumlah itu diperkirakan masih akan terus bertambah. Wakil Rektor I Universitas Prasetiya Mulya, sekaligus ahli pemasaran sekaligus Prof. Agus W. Soehadi melihat keberadaan bank digital ini diuntungkan dengan situasi pandemi Covid-19 beberapa tahun belakangan. Sehingga, ada shifting perilaku nasabah, dari kantor cabang jadi layanan perbankan digital.
Ia pun menyadari bahwa kebiasaan masyarakat menggunakan layanan bank digital ini akan terus berlanjut meski pandemi sudah berakhir. Sehingga prospek bisnisnya pun masih sangat menjanjikan. Hanya saja, Agus mengingatkan bahwa perlu disadari persaingan bank digital ini akan semakin ketat dengan potensi munculnya pemain baru. Jika tak ada inovasi, pada akhirnya layanan bank digital akan mirip satu sama lain. “Cara lama seperti membakar uang untuk memberikan promosi atau benefit tertentu kepada nasabah sudah tidak terlalu efektif, dan tidak terlalu baik bagi keberlanjutan bisnis.” ujar Agus dalam keterangan resminya, Selasa (15/8).
Baca Juga: Sambut Rencana OJK, BRI Dukung Tingkatkan Kapabilitas Digital Bank Agus melihat saat ini bank-bank digital masih berkompetisi dengan menghadirkan ekosistem layanan dan produk yang lengkap demi memenuhi kebutuhan setiap segmen konsumen. Menurutnya, cara ini memang terbukti menarik minat konsumen. Ke depannya, Agus menilai inovasi perbankan digital perlu diarahkan kepada layanan dan produk yang lebih terpersonalisasi. Sehingga nasabah akan merasa bank sangat memahami kebutuhan mereka. “Misal, ada semacam pengingat atau notifikasi atas transaksi rutin setiap nasabah, atau sistem perencanaan keuangan yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan personal setiap nasabah,” ujarnya. Sependapat, Direktur Digital dan Operasional PT Bank Raya Indonesia Indonesia Tbk, Bhimo Wikan Hantoro bilang bank digital memang perlu memikirkan strategi akuisisi konsumen yang tepat. Di Bank Raya sendiri, Bhimo menyebut hal terpenting adalah biaya untuk akuisisi konsumen ini harus jauh lebih rendah dibanding dengan customer lifetime value (CLV) Bank Raya. CLV sendiri merupakan indikator yang digunakan untuk menentukan nilai dari pelanggan sebuah perusahaan. “Artinya, setiap investasi yang dikeluarkan untuk mengakuisisi konsumen harus menghasilkan penggunaan produk secara organik tanpa didorong oleh
gimmick marketing yang berlebihan,” ujar Bhimo.
Baca Juga: Begini Kata Analis Soal Terbitnya POJK 13/2023 Sementara itu, Head of Customer Engagement di PT Bank Jago Tbk, Lena Chow, menekankan bahwa kendati potensi pasar perbankan digital di Indonesia masih sangat besar, tantangan yang dihadapi industri ini juga cukup kompleks. Salah satunya adalah bagaimana bank digital memperluas penetrasi kepada masyarakat. Ia menyebutkan kunci utama untuk memperluas penetrasi ini adalah dengan memperbanyak pengguna ponsel pintar terlebih dahulu. “belum semua pengguna ponsel pintar sudah memiliki kebutuhan perbankan digital,” ujarnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari