Hati-hati export switch jika DMO terlaksana



KONTAN.CO.ID - Pemerintah berencana membuat aturan khusus terkait harga batubara dalam negeri atau dikenal dengan domestic market obligation (DMO). Sentimen ini direspon negatif oleh pelaku pasar pada perdagangan Rabu (13/9).

Beberapa harga saham emiten batubara pada penutupan perdagangan Rabu (13/9) tercatat menurun. Saham PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk. (PTBA) misalnya, turun 17,25% ke harga Rp 10.075 per saham. Beriringan, saham PT Adaro Energy Tbk. (ADRO) juga turun 8,04% ke harga Rp 1.715 per saham.

Penurunan juga terjadi pada harga saham emiten batubara lainnya, yakni PT Bumi Resources Tbk (BUMI) turun 9,17%, PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) turun 4,09%, PT Harum Energy Tbk (HRUM) turun 4,80%, PT Indika Energy Tbk (INDY) turun 5,90%, serta PT Petrosea Tbk (PTRO) turun 5,16%.


Kepala Riset BNI Sekuritas Norico Gaman melihat, pelaku pasar khawatir dengan adanya mekanisme intervensi pemerintah lewat batas atas harga batubara dalam negeri. Asumsi mereka bahwa perusahaan batubara tak bisa memanfaatkan keuntungan yang optimal ketika harga batubara naik.

Meski demikian, Norico melihat bahwa kebijakan DMO nantinya akan menguntungkan perusahaan batubara. Pasalnya, dengan aturan khusus nantinya, perusahaan batubara berpeluang besar untuk mendapatkan kepastian kontrak pembelian batubara jangka panjang dari Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Namun, Norico tetap menekankan bahwa penyesuaian harga nantinya tetap harus win-win solution. Selain bisa menjaga kestabilan harga listrik, tetap harus bisa memberikan keuntungan untuk produsen batubara. Jangan sampai, kebijakan harga batubara domestik memicu produsen untuk mencari alternatif pembeli lain di luar negeri.

Hal ini senada dengan pandangan Analis Maybank Sekuritas Isnaputra Iskandar. Dalam risetnya Rabu (13/9), Isnaputra menyebut masih ada beberapa pertimbangan yang harus diputuskan sebelum pemerintah benar-benar menyetujui usulan PLN. 

Dalam usulan PLN, average selling price (ASP) akan lebih rendah dari ASP sekarang di kisaran 20%-30%. Padahal, royalty akan dihitung berdasarkan ASP. Dengan kondisi pemerintah yang saat ini sedang kesulitan mencari dana, Isnaputra tak yakin menteri ESDM akan menyetujui usulan tersebut. 

Pemerintah juga tak bisa menutup mata dari kemungkinan export switch. Jika kebijakan DMO nantinya tak bisa menyenangkan perusahaan, ada potensi perusahaan batubara akan beralih ke pasar ekspor begitu kontrak dengan PLN selesai. Karena itu, Isnaputra masih belum yakin Menteri ESDM akan menyetujui usulan PLN untuk menetapkan DMO.

Analis OSO Sekuritas, Riska Afriani melihat bahwa pernyataan pemerintah tersebut memang bertujuan baik. Tak lain maksudnya agar harga listrik di dalam negeri tetap stabil, dan masyarakat bisa menikmati listrik dengan harga yang lebih terjangkau.

Hanya saja, isu ini menjadi sentimen negatif bagi saham emiten batubara. Pelaku pasar menurutnya khawatir bahwa penyesuaian harga batu bara dalam negeri tersebut nantinya akan berdampak kurang baik pada bisnis perusahaan batubara.

Penetapan DMO oleh pemerintah menurut Riska bisa jadi berbuntut panjang. Jika pemerintah bergerak cepat memproses kebijakan ini, dampaknya bisa jadi dirasakan hingga tahun depan. Menurut Riska bisa-bisa, saham sektor pertambangan khususnya batu bara turun pamor, hingga investor shifting ke sektor lain.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati