KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nasabah perbankan harus semakin hati-hati dalam menggunakan kartu kredit. Risiko pembobolan semakin tinggi di era digital ini. Apalagi, kabar kebocoran data di berbagai lembaga, termasuk di sektor industri keuangan, sedang ramai belakangan ini. Terbaru, beredar informasi yang menyebutkan data kartu kredit PT Bank Central Asia Tbk (BCA) dijual dalam salah satu situs penjualan data. Kabar bocornya data tersebut mencuat di Twitter pada Senin (24/7) malam. Dalam sebuah tangkapan layar, disebutkan penjualan data kartu kredit tersebut dilakukan oleh akun yang bernama pentagram. Data tersebut dijual dalam situs BreachForum pada 23 Juli 2023. Di mana, data yang diklaim dijual oleh
hacker tersebut berjumlah 6,4 juta data dari kartu kredit BCA.
BCA menepis adanya kebocoran data terkait kartu kredit BCA. EVP Corporate Communication and Social Responsibility BCA Hera F. Haryn mengatakan, pihaknya sudah melakukan pengecekan terhadap data tersebut dan itu bukan data BCA. “Data yang diklaim beredar tersebut berbeda dengan data yang dimiliki oleh BCA,” ujar Hera dalam keterangan resminya, Senin (24/7). Lebih lanjut, Hera menegaskan bahwa BCA selalu melakukan pengamanan data dalam memberikan layanan pada nasabahnya. Dalam hal ini, BCA menerapkan strategi dan standar keamanan secara berlapis, serta melakuk mitigasi risiko yang diperlukan untuk menjaga keamanan data dan transaksi digital nasabah. Tak hanya itu, Hera juga memastikan seluruh strategi dan penerapan standar keamanan tersebut selalu dievaluasi dan di-update dari waktu ke waktu dengan memperhatikan perkembangan keamanan siber dan transaksi digital.
Baca Juga: BCA Tepis Dugaan Kebocoran Data Terkait Kartu Kredit Meski perbankan selalu menyebut sudah melakukan pengamanan data secara berlapis, namun belakangan kasus pembobolan kartu kredit ramai mencuat. Pembobolan bahkan dilakukan dari luar negeri. Salah satunya dialami oleh nasabah kartu kredit Jenius dari Bank BTPN pada Juni 2023 lalu. Lewat akun Twitter
@yourlastnameis, ia menceritakan mendapatkan tagihan Rp 22 juta atas transaksi kartu kredit yang tak ia lakukan. Menurut notifikasi yang ia terima, transaksi dilakukan di Amerika Serikat (AS). Sementara si nasabah tidak berada di luar negeri dan juga tidka pernah menerima permintaan kode OTP masuk nomor ponselnya ketika transaksi itu dilakukan. Kasus serupa dialami Mira, nasabah kartu kredit BCA. Kartu kreditnya dibobol dari Singapura dan digunakan bertransaksi di Netflix sebanyak enam kali di rentang akhir Desember 2022 hingga Januari 2023. Padahal, ia ada di Indonesia, kartu kredit aman di tangannya, dan juga tak menerima permintaan kode OTP saat transaksi itu dilakukan.
Baca Juga: Pengguna Kartu Kredit CIMB Niaga Mendekati 2 Juta Nasabah Untungnya, BCA tanggap dan segera memblokir kartu kredit tersebut begitu Mira melapor. BCA juga segera melakukan pengembalian dana senilai tagihan yang masuk setelah Mira mengisi form yang menyebutkan bahwa transaksi tersebut tidak pernah ia lakukan. Adapun Adrie Darusman,
Communication & Daya Head BTPN pada Juni lalu mengatakan, Jenius tidak melakukan penagihan terhadap transaksi jika dari hasil investigasi yang dilakukan terbukti bahwa nasabah tidak melakukan transaksi yang dimaksudkan. Belum lama ini, Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi menjabarkan, untuk membobol kartu kredit diperlukan nomor kartu, masa berlaku dan tiga angkan di belakang kartu. Jika itu sudah bocor maka kartu kredit tersebut bisa dengan gampang dibobol dari mana saja. Menurut Heru, jika bukan karena kesalahan atau kelalaian pengguna kredit, maka kebocoran data bisa sja terjadi karena kelemahan keamanan data dari sisi penerbit kartu maupun
merchant. "Data bisa dicuri ketika digunakan bertransaksi secara
offline dan
online atau dicuri dari data penerbit kartu kredit. Sehingga, pengguna kartu kredit harus hati-hati," ujar Heru.
Baca Juga: Ada Isu Soal Data Pribadi, Intip Rekomendasi Saham Emiten Teknologi Berikut Ini Heru mengingatkan agar nasabah tidak sembarangan menggunakan kartu kredit bertransaksi
online, terutama berbelanja di situs-situs yang tidak jelas. Kalau pun harus terpaksa, dia menyarankan untuk menggunakan metode pembayaran lain, seperti e-wallet yang bisa diatur dengan limit yang tak besar. Heru memandang, keamanan system perbankan di Tanah Ait secara umum belum kuat. Memang sudah ada yang kuat, tetapi sebagian besar masih lemah. Itu yang membuat system perbankan sering diserang
hacker dan data nasabah dicuri. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dina Hutauruk