Hati-hati, Lonjakan Impor Pangan Bisa Berdampak ke Neraca Perdagangan Indonesia



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tingginya impor pangan Indonesia diperkirakan bakal berpengaruh kepada kinerja impor dalam negeri. Alhasil, kondisi ini akan mempengaruhi neraca perdagangan Indonesia.

Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P. Sasmita mengatakan, jika impor sangat tinggi, maka akan berpengaruh terhadap kondisi neraca perdagangan Indonesia.

Ronny mengungkapkan, setiap penambahan impor akan menjadi pengurangan bagi kekuatan ekspor. 


Artinya setiap impor yang dilakukan akan berkontribusi negatif terhadap kontribusi ekspor atas pertumbuhan ekonomi nasional.

Baca Juga: Impor Berlebihan Dinilai Bisa Menambah Beban APBN

“Jadi dari sisi neraca dagang, setiap tambahan impor akan menekan ekspor, lalu memperkecil surplus dagang jika sebelumnya kita dalam kondisi surplus. Dan akan memperbesar defisit jika sebelumnya kita berada pada kondisi defisit,” tutur Ronny kepada Kontan.co.id, Minggu (15/10).

Berdasarkan konsensus pasar dari 10 lembaga, diperkirakan surplus neraca perdagangan pada September 2023 akan menurun dibanding bulan sebelumnya, yakni mencapai US$ 2,27 miliar. Surplus tersebut lebih rendah dibandingkan Agustus 2023 yang mencapai US$ 3,12 miliar.

Dari data tersebut kata Ronny, terlihat indikasi adanya tekanan pada neraca dagang yang terus terjadi, serta terjadi penuruan angkanya juga terlihat cukup signifikan. 

Hal ini terjadi karena kinerja ekspor semakin tertekan oleh peningkatan impor, yang salah satunya tentunya oleh impor bahan pokok yang dipesan oleh pemerintah melalui importir.

Sementara itu, Doni tidak melihat adanya dampak yang terlalu signifikan terhadap APBN.  Karena sebagian besar impor dilakukan secara komersial untuk dijual kembali di dalam negeri alias tidak gratis.

“Jika ada intervensi fiskal, bentuknya adalah subsidi, untuk menciptakan dual track pricing yang bertujuan untuk menekan kenaikan harga,” ungkapnya.

Apalagi, biasanya importir bisa mendapatkan harga yang jauh lebih murah dari luar negeri. Sehingga importir bisa melepas harga yang tidak terlalu mahal di pasar domestik.

“Jadi kalau harus ada subsidi terhadap komoditas impor tertentu, saya cukup yakin masih terbilang affordable bagi APBN Indonesia,” imbuhnya.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengklaim bahwa Indonesia semakin banjir impor pangan.

Menurutnya impor pangan dari tahun ke tahun kian meningkat. Dia mengatakan pada tahun 2004 Indonesia hanya impor gandum sekitar 4 juta ton saat ini meningkat menjadi 13 juta ton.

Pun, dengan gula yang saat ini nilai impornya hampir mencapai 6 juta ton dari sebelumnya hanya 1 juta ton saja.

"Jadi banyak sekali, kita semakin bergantung. Kan trennya semestinya menurun tapi ini tidak, semakin besar," kata Mendag di Kantornya, Kamis (15/6).

Bukan hanya pangan pokok, menurutnya impor juga membanjiri berbagai komoditas buah dan sayuran. Padahal kata dia produk yang diimpor bisa diproduksi di dalam negeri.

Baca Juga: Impor Pangan Perbesar Defisit Neraca Dagang dan Bebani APBN

Pasalnya buah-buah yang diimpor adalah buah jenis tropis seperti kelengkeng, jeruk keriput hingga apel yang di Indonesia juga memproduksi buah tersebut.

Untuk diketahui, pemerintah mengalokasikan anggaran Ketahanan Pangan sebesar Rp 95 triliun. Anggran tersebut diarahkan untuk peningkatan ketersediaan, akses, dan kualitas pangan, baik pertanian maupun perikanan.

Anggaran Ketahanan Pangan 2023 ini lebih besar 0,9% dari tahun 2022. Angka ini juga masih lebih besar dari rata-rata anggaran Ketahanan Pangan selama 5 tahun terakhir sejak 2019 yaitu sebesar Rp 89,76 triliun.

Terdapat 12 komoditas pangan strategis yang menjadi perhatian pemerintah di bidang Ketahanan Pangan. Mulai dari beras,jagung, kedelai, bawang merah, bawang putih, cabai besar, cabai rawit, daging sapi/kerbau, daging ayam ras, telur ayam ras, gula pasir dan minyak goreng. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi