JAKARTA. Awal Juni 2012, tekanan terhadap bursa saham domestik diyakini belum surut. Krisis Eropa serta prospek ekonomi Amerika Serikat (AS) yang redup, mengunci laju indeks saham regional, termasuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Jika IHSG bergerak positif, kenaikan cenderung terbatas. Pelaku pasar masih mencermati efek memburuknya data tenaga kerja AS di bulan Mei. Negeri Paman Sam hanya bisa menambah 69.000 tenaga kerja baru, jauh di bawah perkiraan 155.000 tenaga kerja. Data itu menenggelamkan indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ke level terendahnya di tahun ini. Indeks Dow Jones, Jumat (1/6), merosot 2,22% ke 12.118,57. "Pasar mencemaskan ekonomi AS," kata Felix Sindhunata, Kepala Riset Henan Putihrai Securities, Ahad (3/6).
Kondisi itu bakal diperparah oleh faktor
low season yang kerap melanda bursa AS dan Eropa di bulan Juni hingga Agustus. Secara historis, volume perdagangan pada periode itu menyusut drastis seiring liburan musim panas di kawasan tersebut. Penyelenggaraan Piala Eropa juga berpotensi mempengaruhi volume perdagangan saham di pasar global. Menanjaknya angka pengangguran dan meredupnya prospek ekonomi AS turut memunculkan spekulasi bahwa bank sentral Negeri Paman Sam akan mengucurkan stimulus alias
quantitative easing tahap ketiga. "The Fed kemungkinan membahas stimulus pada Rabu atau Kamis pekan ini," ujar analis Askap Futures, Kiswoyo Adi Joe. Jika The Fed memutuskan stimulus, pasar saham global, termasuk IHSG akan bergairah. Harga komoditas seperti minyak, CPO dan emas, akan menanjak. Di sisi lain, nilai tukar dollar AS cenderung melandai. Namun, jika The Fed gagal memutuskan stimulus, pasar global berpotensi semakin tertekan. Pelaku pasar juga perlu mencermati faktor dari dalam negeri. Apalagi, Badan Pusat Statistik mencatat, neraca perdagangan Indonesia pada April 2012 mengalami defisit US$ 641 juta. Defisit ini merupakan yang pertama sejak krisis finansial 2008 silam. Bank Indonesia pekan ini akan menetapkan suku bunga acuan (BI
rate). Analis Panin Sekuritas, Purwoko Sartono, melihat gejolak nilai tukar rupiah masih membayangi IHSG. "Data inflasi yang bagus ternyata tak mampu mengangkat indeks ke area positif," kata dia. Tingkat inflasi Indonesia selama Mei 2012 sebesar 0,07%, dengan inflasi tahunan 4,45%. Purwoko menilai IHSG di awal pekan ini masih melemah. Pelaku pasar perlu mewaspadai potensi berlanjutnya arus modal keluar atau
capital outflow investor asing dari Bursa Efek Indonesia. Selama Mei, asing mencatatkan penjualan bersih (
net sell) di BEI senilai Rp 7,69 triliun, atau
net sell terbesar di tahun ini.
Henan Putihrai menyarankan investor
wait and see mengingat risiko penurunan di pasar saham masih besar. Bagi yang memilih strategi
buy low sell high, bisa mencermati saham-saham yang sudah turun lebih dari 30% dari
high delapan bulan. Menurut Kiswoyo, saham-saham emiten batubara, seperti ADRO, BORN, BUMI dan ITMG berpotensi naik karena penurunannya sudah cukup dalam. "
Price to earing ratio saham-saham itu sudah di bawah 9 kali," ujar dia. Kiswoyo memperkirakan indeks saham domestik selama Juni ini akan bergerak di kisaran 3.650-4.100. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie