KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ada beberapa risiko yang membayangi prospek inflasi Indonesia untuk beberapa waktu ke depan. Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengingatkan, salah satu risiko yang perlu diwaspadai adalah pelemahan nilai tukar rupiah. "Pelemahan nilai tukar rupiah ini akan meningkatkan risiko kenaikan inflasi barang impor (imported inflation)," terang Josua kepada
Kontan.co.id, Rabu (1/11).
Selama beberapa waktu belakangan, nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Ini seiring dengan ketidakpastian global yang masih tinggi.
Baca Juga: Adu Cuan Dolar AS dan Emas Hingga Akhir Tahun, Mana yang Jadi Pemenang? Nah, pelemahan nilai tukar rupiah ini juga perlu diwaspadai pada akhir tahun 2023, mengingat pola musiman, biasanya permintaan pada akhir tahun menuju momen Natal dan Tahun Baru akan meningkat. Josua menambahkan, risiko pelemahan rupiah ini masih akan menjadi risiko selama beberapa waktu ke depan. Pasalnya, pelemahan rupiah saat ini belum sepenuhnya ditransmisikan dari produsen ke konsumen. Alias, akan ada jeda waktu. "Sehingga ini yang perlu diantisipasi untuk risiko inflasi ke depannya," tegas Josua. Selain nilai tukar rupiah, Josua mewaspadai pergerakan harga minyak dunia yang tengah mendidih.
Baca Juga: Rupiah Ditutup Dekati Rp 16.000 Per dolar AS, Jelang Rapat The Fed Kondisi fiskal sebagai bantalan kenaikan harga minyak juga perlu diperhatikan. Mengingat biasanya pada akhir tahun belanja negara cenderung meningkat.
Ada juga risiko berkaitan dengan inflasi pangan. Mengingat, fenomena kekeringan dari El Nino masih ada. Namun sejauh ini, Josua mengapresiasi langkah pemerintah dalam mengendalian inflasi pangan, yaitu kebijakan impor, operasi pasar, pasar mudah, memperlancar distribusi, dan bantuan langsung tunai (BLT). "Ini cukup berhasil mengurangi dampak El Nino. Melihat inflasi pangan yang kenaikannya di bawah ekspektasi, menunjukkan beberap aupaya pemerintah cukup berhasil," tandas Josua. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli