JAKARTA. Sepekan terakhir, rupiah menguat tajam, mendekati Rp 13.000 per dollar Amerika Serikat (AS). Hanya, jelang rapat Dewan Gubernur Federal Reserve 17 Maret, tren penguatan rupiah akan kembali diuji. Rully Arya Wisnubroto, Analis Pasar Uang Bank Mandiri mengatakan, kondisi eksternal masih penuh ketidakpastian. Spekulasi yang berkembang, Fed belum akan menaikkan suku bunga rapat bulan ini. "Ada risiko perlambatan ekonomi China yang akan mengganggu pemulihan ekonomi AS," ujar Rully.
Alhasil, investor memburu negara berkembang seperti Indonesia. Hingga awal Maret, arus modal asing yang masuk hampir Rp 31 triliun, baik di pasar saham maupun obligasi. Wajar, rupiah menguat. Namun, Rully melihat penguatan rupiah mulai terbatas. "Penguatan rupiah ke bawah Rp 13.000 sulit," ujar Rully. Tresuri bank Eropa di Singapura sepakat dengan Rully. Derasnya dana masuk lantaran inflasi terkendali dan perbaikan neraca dagang serta defisit transaksi berjalan. Namun, secara fundamental ekonomi Indonesia belum banyak berubah. "Rupiah bisa melemah jika data-data ekonomi AS membaik. Biasanya Mei - Juni, permintaan dollar berlimpah," ujar tresuri tersebut, Minggu (6/3). Lana Soelistianingsih, Ekonom Samuel Aset Manajemen menambahkan, prospek ekonomi Indonesia perlu mendapat konfirmasi dari produk domestik bruto (PDB) kuartal I-2016 yang dirilis awal Mei. "Kita lihat, setelah PDB kuartal I, apakah dana asing masuk atau keluar dari dalam negeri," ujar Lana. Jika pertumbuhan ekonomi kuartal I lebih baik dibanding kuartal IV-2015 yang 5,04%, dana asing yang masuk semakin besar. Sebaliknya, jika ekonomi melambat, ada aliran dana asing keluar dari dalam negeri. Proyeksi Lana, The Fed baru menaikkan suku bunga semester II-2016. Tapi penguatan USD menjelang rapat Fed bulan ini tetap terbuka. Apalagi, rupiah sudah menguat signifikan. Rupiah menguat ke Rp 12.800 jika Fed menahan suku bunga. Sementara di akhir tahun, rupiah melemah di Rp 13.500- Rp 13.800.
Deddy Yusuf Siregar, Research and Analyst Asia Tradepoint Futures menilai, akhir kuartal I-2016 menjadi momentum penentu arah rupiah. "Jika Fed fund rate tertahan, ekonomi China belum pulih, rupiah bisa tembus Rp 13.000 di akhir semester I," ujar Deddy. Sebaliknya jika bunga Fed naik, laju rupiah tertahan di rentang sempit Rp 13.000-Rp 13.300 per dollar AS. Tresuri bank Eropa tadi pesimistis rupiah bisa menembus Rp 13.000, apapun keputusan Fed. "Data AS akan membaik, jadi di pertengahan tahun, rupiah ke Rp 13.900 dan di Rp 14.200-14.400 di akhir tahun," tegasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie