Hati-hati, sinyal bearish dari bursa saham



JAKARTA. Aksi penjualan bersih (net sell) asing di bursa saham semakin menjadi. Kemarin, net sell asing tercatat senilai Rp 1,68 triliun. Alhasil, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pun longsor hebat hingga ke bawah level psikologis 5.000, turun 1,92% dan mendarat di posisi 4.971,35 pada perdagangan kemarin. 

Penurunan harga barang (deflasi) 0,03% sepanjang Mei 2013 tak membawa sentimen positif ke pasar. Andy Wibowo Gunawan, analis AAA Sekuritas, menyatakan, pasar saham shock dengan defisit neraca perdagangan Indonesia pada April 2013 yang mencapai US$ 1,61 miliar. "Padahal pasar memperkirakan neraca dagang surplus US$ 51 juta," tutur dia.

Namun, Jhon Veter, Managing Director Infovesta Saran Mandiri menilai, pelemahan IHSG itu hanya koreksi yang wajar saja. Sebab, IHSG memang sudah naik tinggi.


Bila dihitung mundur, sejak akhir tahun 2012 hingga kemarin, indeks sudah naik 15,17%. Menurut Jhon, kenaikan indeks ini terlampau cepat, sehingga Juni ini, IHSG kemungkinan akan bergerak flat di level 4.800-5.100. Apabila indeks saham masuk level 4.850, menurut Jhon, itu posisi yang ideal bagi investor untuk melakukan akumulasi pembelian kembali saham.

Satrio Utomo, Kepala Riset Universal Broker Indonesia menambahkan, ketidakpastian beleid harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi turut andil membawa sentimen negatif ke pasar. Padahal, pasar ingin segera ada kepastian. Sentimen ini masih mewarnai pergerakan IHSG. Ia mencontohkan, tahun lalu, ketidakjelasan kebijakan BBM bersubsidi juga sempat membuat dana asing keluar.

Selain itu, kata Satrio, rencana Bank Sentral Amerika Serikat mengurangi program stimulus juga masih akan berimbas ke bursa kita. Bila stimulus berkurang, pasokan likuiditas pun akan tersendat.

Dus, Satrio pun memperkirakan, IHSG masih akan tertekan akibat tren bearish jangka menengah. Secara teknikal, indeks memiliki support di 4.700-4.950. Sebelum akhir pekan ini, titik bawah indeks (bottom) diprediksi sudah akan tersentuh.

Satrio menyarankan investor agar mengamati saham-saham bluechips yang harganya sekarang mulai turun. Misal, BBRI, PGAS, UNVR, ASRI dan BSDE. Ia mencontohkan, support BBRI kini berada di posisi Rp 8.500, dan PGAS di level Rp 5.300-Rp 5.400. "Kalau mau beli, tunggu level harganya menarik," pungkas Satrio.

Sedangkan, Jhon menyarankan investor mengoleksi saham emiten semen dan perbankan seperti SMGR , INTP, BMRI dan BBRI. Ia menilai, saham-saham sektor tersebut, ketika harganya turun, akan pulih lebih cepat. Sedangkan, Andy merekomendasikan investor mengoleksi saham yang defensif dengan inflasi, seperti INDF dan UNVR. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Avanty Nurdiana