Heboh soal predator pasar saham, ini awal mulanya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Istilah predator pasar saham ramai dibicarakan sejak kemarin. Bagaimana asal mulanya?

Rupanya, istilah ini dikemukakan pertama kali oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Saat menutup perdagangan terakhir Bursa Efek Indonesia (BEI) di tahun 2019 yang digelar, Senin (30/12), Sri Mulyani dalam sambutannya berharap, BEI dapat mengutamakan perlindungan terhadap para pemodal maupun investor kecil sehingga terhindar dari tindakan-tindakan “predator” di pasar saham.

“Pasar modal harus bisa betul-betul menjadi tempat dimana masyarakat investor dan seluruh stakeholders bisa berkembang dan menjadi tempat investasi yang reliable,” tandas Sri Mulyani.


Baca Juga: Ada Transaksi Nego di Saham Dua Perusahaan Milik Prajogo Pangestu premium

Namun pada kesempatan itu, Sri Mulyani tidak merinci lebih jauh tentang apa yang dimaksud predator pasar saham dan siapa mereka.

Dia hanya bilang, saat ini banyak perusahaan sekuritas ilegal yang beredar dan para oknum yang dianggap memanfaatkan investor bermodal kecil. Misalnya saja, investor terjebak dalam saham "gorengan".

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata predator adalah binatang yang hidupnya memangsa binatang lain. Nah, jika dikaitkan dengan pernyataan Sri Mulyani, maka predator pasar saham dapat diartikan investor yang hidupnya memangsa investor lain.

Pernyataan Sri Mulyani mendapat kritikan dari mantan Direktur Utama BEI Tito Sulistio. Tito mengatakan, predator itu hewan yang memburu, menangkap, lalu memangsa korbannya. "Tolong tunjukkan saya satu saja investor yang bisa disebut predator," kata Tito melalui pesan broadcast, Senin (30/12).

Baca Juga: Profit Taking Mewarnai Pergerakan IHSG di Ujung Tahun

Tito berharap, seorang menteri seharusnya berbicara sesuatu yang bisa mendorong orang untuk berinvestasi, bukannya justru menakut-nakuti.

"Saya sebagai rakyat menanti satu rencana kerja terstruktur dan detail tentang tata kelola ekonomi dengan target dan arah yang jelas. Sehingga, kami bisa tahu arah ekonomi kita menuju. Tolong sosialisasikan ini secara terbuka dan tidak normatif," tutur Tito.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie