Jakarta. Lindung nilai atau
hedging menjadi langkah penting bagi pemilik utang. Sebab
hedging bisa mengurangi risiko utang bagi perusahaan dan mengurangi risiko bagi fundamental ekonomi Indonesia. Berdasarkan data BI, per Juli 2015, dari total 1.433 korporasi non bank yang punya utang valas yang melakukan
hedging dengan periode 0-3 bulan hanya 78% atau sebanyak 1.117.
Sisanya, 22% belum melakukan
hedging. Adapun, perusahaan yang
hedging dengan periode selama 3-6 bulan, sebanyak 86% dari 1.433 korporasi. Deputi Direktur Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan BI Dewi Normawati mengatakan, perusahaan yang belum patuh dalam
hedging ini belum akan diberikan sanksi. BI masih akan terus melakukan sosialisasi. "Mulai September sampai akhir tahun ini, kami adakan sosialisasi bagi perusahaan yang belum lapor," ujar Dewi, akhir pekan lalu. Periode itu menjadi sosialisasi putaran kedua. Rencananya, 969 perusahaan yang belum lapor ditargetkan menerima sosialisasi ini. Adapun, jumlah pelapor Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati-Hatian (KPPK) di triwulan I 2015 adalah 1.433 korporasi non bank
Provinsi DKI Jakarta menjadi provinsi dengan jumlah target sosialisasi korporasi tertinggi, yaitu 549 korporasi, diikuti Surabaya 78 korporasi, Batam 50 korporasi, Serang dan Bandung masing-masing 43 korporasi. BI optimistis, perusahaan yang belum patuh, akan melakukan
hedging. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara menambahkan, perusahaan pengutang valas harus melakukan
hedging terhadap jumlah kewajiban bersih, yaitu kewajiban atau utang dikurangi aset. Kalau nilai kewajiban/utang bersih perusahaan lebih dari US$ 100 ribu, perusahaan harus melakukan hedging. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Adi Wikanto