KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anda pasti pernah menonton atau setidaknya pernah mendengar acara kuis di televisi berjudul
Siapa Berani, reality show
Uang Kaget, dan
Penghuni Terakhir. Semua tayangan itu pernah merajai televisi pada tahun 2000-an. Nah, nahkoda dibaliknya kesuksesan tayangan itu adalah sosok jenius dan kreatif bernama Helmy Yahya. Setelah malang melintang di dunia televisi, pada November 2017, pemerintah secara resmi mengangkat Helmy sebagai Direktur Utama Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia (LPP TVRI). Tugas berat pun berada dipundak pria yang dijuluki Raja Kuis dan Raja Reality Show televisi tersebut. Pasalnya, Helmy diharuskan membangunkan TVRI yang selama ini dinilai tertidur terlalu lama. Di sisi lain, dalam tiga tahun terakhir laporan keuangan TVRI selalu diberi opini
disclaimer oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Saat berbincang dengan KONTAN di kantornya, Kamis (28/6), pria kelahiran Palembang pada 6 Maret 1962 tersebut mengaku pada awalnya tidak tertarik berada di pucuk pimpinan TVRI. Pasalnya, Helmy mengaku sudah berada di zona yang nyaman sebagai seorang pebisnis dan profesional dalam bidang televisi dan
public speaking. "Tapi, saya akhirnya menerima pekerjaan ini karena keluarga saya telah menghibahkan diri saya untuk membantu TVRI dan saya pun tertantang," ujarnya. Kepada Kontan.co.id, Helmy menceritakan bahwa kesuksesannya saat ini tidak diraih dengan instan. Adik kandung Politisi Golkar Tantowi Yahya yang merupakan anak bungsu dari empat bersaudara ini harus perjuangan keras, untuk menjadi seperti sekarang. "Ayah saya adalah seorang pedagang kaki lima biasa dan mulai sakit-sakitan saat saya sekolah," ujarnya. Keterbatasan keuangan keluarga, membuat Helmy kecil mengaku tak berani bermimpi untuk mengejar cita-cita yang terlalu muluk. Menurutnya, bisa menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) sudah sangat bagus baginya. Padahal Helmy mengaku, satu cita-cita yang dipendamnya adalah menjadi dokter. Biaya jadi dokter yang sangat mahal, membuatnya mengubur cita-cita tersebut. Dia sadar, cara untuk bisa sekolah tanpa harus membebani orangtuanya adalah dengan berprestasi. Makanya, dia berupaya untuk mengikuti beragam lomba dan kejuaraan dari tingkat SD hingga SMA. Beragam lomba mulai dari puisi, musik, cerdas cermat, dan lain-lain diikutinya. Dari kemenangan itu, Helmy mengantongi sejumlah hadiah uang yang bisa digunakan untuk sekolah. Kerja keras dan kecerdasan membuat Helmy sukses meraih Top 5 Nasional saat lulus SMA tahun 1981. Helmy lantas ditawari
free pass oleh banyak sekolah tinggi dan perguruan tinggi, salah satunya Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya (Unsri). Namun tawaran itu ditolaknya karena dia sudah melupakan mimpinya menjadi dokter di kala itu. Helmy menerima tawaran program Perintis 2, yakni masuk universitas negeri tanpa tes. Dia kemudian diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) dan menjadi teman seangkatan mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu dan pengamat pertanian Bustanul Arifin. Namun, Helmy hanya dua bulan mengenyam bangku kuliah di IPB. Helmy hengkang karena mengaku hanya dibantu biaya kuliah saja di IPB, tanpa tanggungan biaya hidup. "Saya menilai ini belum aman bagi saya ke depan, akhirnya saya mundur," ujarnya. Dengan kondisi ayahnya yang sakit-sakitan, memaksa Helmy mencari kuliah yang benar-benar gratis. Dia pun akhirnya terbayang Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN). STAN menjadi tujuan walau dia mengaku pernah minat pada bidang akuntansi karena berasal dari jurusan IPA eksakta saat SMA. "Saya bisa mengenang bahwa momen masuk STAN adalah salah satu momen heroik dalam hidup saya hingga saat ini," ujarnya. Helmy mendaftar dan diterima di STAN. Walaupun merasa tidak memiliki
passion, intuisi Helmy mengharuskannya untuk terus berjalan. Intuisi itu benar, sebab pada tingkat kedua di STAN, selain kuliah gratis, Helmy juga menerima rapelan gaji. Itu terjadi karena ketika itu mahasiswa tingkat kedua STAN sudah diangkat menjadi calon pegawai. "Hari ini saya terima gaji, besok ayah saya meninggal. Karena saya bungsu. Jadi, ayah saya sedemikian habis-habisan untuk mengantarkan putra terakhirnya sampai di tujuan," ucapnya. Hidup terus berjalan, Helmy melanjutkan kuliah di STAN hingga lulus Diploma III tahun 1984 sebagai lulusan terbaik. Kemudian, ayah empat orang anak ini melanjutkan kuliahnya hingga jenjang Diploma IV dan lulus tahun 1990 dengan predikat lulusan terbaik. Pasca lulus dari STAN, Helmy memperoleh beasiswa dari Bank Dunia untuk mengambil gelar Master of Professional Accounting di University of Miami, Florida, Amerika Serikat (AS). Dia berhasil menamatkan kuliah master dan lulus tahun 1992. Pindah ke televisi Dengan gelar master akuntansi, ternyata jalan hidup Helmy mengarah ke televisi. Jalan hidupnya mengarah ke televisi karena dia mengaku selalu berkecimpung dalam acara kesenian tiap kali ada pentas seni di STAN. Statusnya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Kementerian Keuangan (Kemkeu) seolah tertutup dengan kariernya di bidang penyiaran. Dinilai berbakat dalam bidang seni kreatif, cerdas dan memiliki pengetahuan umum yang luas, Helmy kemudian didaulat memperkuat Ani Sumadi Production yang kala itu memproduksi acara kuis Tak Tik Boom. " Saya ditunjuk untuk pembuatan soal merangkap
floor director," kenangnya. Helmy berkelakar, lantaran membantu Ani Sumadi yang dijuluki sebagai Ratu Kuis Indonesia, maka tak lama kemudian citra tersebut pindah kepadanya sebagai Raja Kuis. Kariernya di Ani Sumadi bertahan hingga tahun 1998 dengan jabatan akhir sebagai orang nomor dua sekaligus orang kepercayaan dari Ani Sumadi. Pada tahun 1998, Helmy membangun rumah produksi sendiri yakni Triwarsana Production. Lewat bendera bisnisnya ini, nama Helmy mulai dikenal publik karena banyak tayangan kuis dan reality show yang menghiasi layar kaca. "Total 150 karya yang sudah dibuat dalam pertelevisian," ujarnya. Karier yang menjulang sebagai
public figure merangkap sebagai pebisnis membuat Helmy merasa bahwa hidupnya cukup anomali. Dia disebut banyak orang sebagai sosok paradoks lantaran memiliki latar belakang ilmu akuntansi, tapi memiliki jiwa yang kreatif dan akhirnya sukses di televisi. "Orang akuntansi itu kan tak boleh kreatif, kalau kreatif bisa bahaya," ujarnya sambil tertawa. Namun, Helmy tak pernah menyesali pilihannya menimba ilmu di bidang akuntansi. Sebab dengan ilmunya itu, dia bisa mengelola manajemen perusahaan rumah produksinya hingga bisa bertahan dengan baik. Menurutnya, selain kreatif lewat karya, rumah produksi tetaplah sebuah bisnis yang punya manajemen keuangan yang harus dikelola. Helmy ingin melakukan yang lebih besar dan berguna bagi negara. Makanya pada tahun 2008, Helmy mundur dari posisinya sebagai PNS untuk maju dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) Gubernur Sumatera Selatan. Namun dewi fortuna belum berpihak kepadanya, dia kalah dalam Pilkada. Bahkan ketika maju Pilkada Bupati Ogan Ilir, Helmy kalah hingga dua kali, yakni tahun 2010 dan 2015. Gagal di politik, Helmy berkonsentrasi pada bisnis dan keluarga. Selain Triwarsana, Helmy tercatat memiliki sejumlah bisnis seperti properti lewat bendera Satu Tiga Sejahtera, mendirikan James Gwee-Helmy Yahya School of Sales, serta Emporium Indonesia, sebuah
event organizer spesialis acara seremonial besar, seperti SEA Games, Pekan Olahraga Nasional, dan lainnya. Dengan pencapainya, Helmy kerap merenungkan hal apa lagi yang akan dicarinya. Makanya, ketika mengikuti serangkaian tes menjadi orang nomor satu di TVRI, Helmy menyebut bahwa ini waktunya untuk berkontribusi kepada negara.
"Isteri saya mengizinkan saya menjadi Direktur Utama TVRI karena melihat suaminya punya banyak potensi, padahal saya sendiri terkadang tak merasa seperti itu," ujarnya. Helmy sadar tak mudah mengubah wajah TVRI dalam sekejap. Bahkan, kesan pertama menjalankan tugas sebagai Direktur Utama diakuinya sebagai suatu hal yang membuatnya
shock. Terhitung saya 7 bulan memimpin TVRI, pada mulanya saya
shock. Ternyata persoalan TVRI lebih besar dari apa yang saya bayangkan. katanya. Tiga hal utama yang menjadi masalah besar di TVRI, adalah Sumber Daya Manusia (SDM), tata kelola keuangan, dan peralatan. Semua permasalahan itu berusaha dipecahkan secara simultan. Dari banyaknya masalah yang saya temukan, hal pertama adalah harus dilakukan adalah keluar dari
disclaimer BPK. Dengan demikian, kami sebagai direksi telah bekerja sungguh-sungguh membangun TVRI, katanya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati