KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur PT Trada Alam Minera sekaligus Direktur PT Maxima Integra Heru Hidayat membantah terlibat dalam kasus dugaan korupsi di PT Asabri (Persero). Hal ini diungkapkan oleh kuasa hukum Heru, Kresna Hutauruk kepada Kontan.co.id. "Klien kami berkeyakinan tidak melakukan tidak pidana korupsi sebagaimana yang dituduhkan (Kejagung)," kata Kresna, Selasa (2/2). Walau membantah, kejaksaan tetap menetapkan Heru sebagai tersangka pada Senin malam (1/2) bersama tujuh tersangka lain.
Dengan penetapan itu, Kresna bilang pihaknya akan mengikuti proses pemeriksaan walau kliennya belum pernah diperiksa untuk kasus ini. "Klien kami belum pernah diperiksa sebagai tersangka," lanjutnya. Selain membantah keterlibatan kliennya, ia juga mempermasalahkan tindakan Kejaksaan karena masih mencari aset Heru untuk menutupi kerugian negara.
Baca Juga: Kerugian negara dalam kasus Asabri ditaksir mencapai Rp 23,73 triliun Padahal, aset itu seluruhnya sudah disita oleh penyidik untuk mengganti kerugian negara akibat kasus Jiwasraya. "Bahkan banyak aset yang tidak ada kaitan dengan klien kami juga disita sehingga banyak pihak mengajukan keberatan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas penyitaan. Sehingga kami tidak tahu apa lagi yang masih dicari oleh Kejagung," terangnya. Seperti diketahui, kejaksaan telah menetapkan delapan tersangka kasus dugaan korupsi di Asabri. Selain Heru, ada nama lain seperti mantan Dirut Asabri 2011-2012 (Purn) Mayjen Adam Rachmat Damiri dan Mantan Dirut Asabri 2016 - 2020 (Purn) Letjen Sonny Widjaja. Selanjutnya, Kepala Divisi Investasi Asabri 2012 - 2017 Ilham W. Siregar, mantan Direktur Asabri 2013 - 2019 Hari Setiono, mantan Direktur Keuangan Asabri 2008 - 2014 Bachtiar Effendi, Direktur Hanson International Benny Tjokro dan Dirut Prima Jaringan Lukman Purnomosidi. Menurut Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) Kejagung, kasus dugaan mega korupsi Asabri terjadi sejak tahun 2012-2019. Pada periode itu, manajemen Asabri melakukan kesepakatan dengan pihak luar yang bukan merupakan konsultan investasi maupun manajer investasi seperti Heru Hidayat, Benny Tjokro dan Lukman Purnomosidi. Modusnya, dengan membeli atau menukar saham dalam portofolio Asabri dengan saham-saham milik ketiga orang tersebut. Saham-saham tersebut dimanipulasi menjadi harga yang tinggi, dengan tujuan agar kinerja portofolio Asabri terlihat seolah-olah baik. Setelah menjadi milik Asabri, saham-saham tersebut kemudian ditransaksikan atau dikendalikan oleh ketiga pihak itu atas kesepakatan direksi seakan saham - saham itu bernilai tinggi dan likuid. Padahal transaksi-transaksi yang dilakukan hanya transaksi semu dan hanya menguntungkan pihak tiga pihak swasta tersebut. Akibatnya, Asabri rugi karena saham-saham tersebut dijual dengan harga di bawah perolehan.
Baca Juga: Inilah 8 tersangka dugaan korupsi ASABRI, dari mantan jenderal hingga Benny Tjokro BPK mencatat kerugian negara akibat kasus ini menyentuh Rp 23,73 triliun. Untuk menghindari kerugian investasi, saham-saham yang telah dijual di bawah harga perolehan, ditransaksikan (dibeli) kembali dengan nomine ketiga tersangka serta ditransaksikan (dibeli) kembali oleh Asabri melalui underlying reksadana yang dikelola oleh manajer investasi yang dikendalikan oleh Heru Hidayat dan Benny Tjokro. Dalam kasus dugaan mega korupsi Asabri, para tersangka dijerat telah melanggar Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP; Subsidair : Pasal 3 jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi