HGB Tanah Selama 80 di IKN Belum Menarik Investor, Begini Kata Apindo



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hak Guna Bangunan (HGB) selama 80 tahun di Ibu Kota Nusantara (IKN) masih belum cukup menarik investor. Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sanny Iskandar menjelaskan bahwa kepastian hak atas tanah menjadi kunci agar investor masuk ke IKN. 

Namun menurut dia, kepastian tanah di IKN yang mengacu pada UU tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria di mana HGB selama 80 tahun hanya bisa diberikan secara bertahap kepada investor menjadi hambatan mereka mau menanamkan investasinya. 

"Sekarang ini, masih tetap sesuai UU pokok agraria di mana 30 tahun dapat diperpanjang 20 tahun, kemudian dapat diperbaharui 30 tahun. Jadi 80 tahun itu bertahap, padahal kami harapkan ini bisa langsung," kata Sanny dalam konferensi pers Apindo, Rabu (11/10). 


Semestinya, kata dia, HGB dapat langsung diberikan dengan sejumlah penyesuaian. Misalnya, investor bisa langsung diberikan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) jika mereka mampu merealisasikan investasi atau pembangunan dalam jangka waktu tertentu. 

Baca Juga: Proyek IKN Masuk Rencana Pembangunan Jangka Panjang Hingga Tahun 2045

Selain itu, Apindo juga mengusulkan agar hak atas tanah bisa menjadi bankable, sehingga dapat dijadikan agunan. "Kami dorong ini supaya menarik, karena dunia usaha tentunya dia ingin hak atas tanahnya itu ada di primer istilahnya," kata Sanny. 

Sementara itu, Sementara Ketua Apindo Shinta W. Kamdani mengatakan bahwa Apindo mengutamakan pengusaha lokal di daerah sekitar IKN untuk berinvestasi di sana. Dia juga mengklaim bahwa saat ini sudah banyak pelaku usaha daerah yang turut terlibat. Bahkan sejumlah proyek juga sudah mulai di jalankan. 

Shinta menilai, mimpi memindahkan IKN ini adalah cita-cita besar, tetapi memang memerlukan waktu untuk realisasinya. Sebab, pada akhirnya semua investasi itu harus dilihat dari sisi komersial juga. 

Kepastian pasar menjadi pertimbangan penting bagi pengusaha mau berinvestasi. Pemerintah menjanjikan pemindahan 200.000 ASN pada tahun depan. Jumlah tersebut menurut dia masih belum cukup. 

"Kita enggak bisa bergantung pada ASN ini yang harus diperhatikan," ungkap Shinta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati