HGU Sawit yang Sudah Terbit Tidak Tunduk dengan UU Cipta Kerja



KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Para pemain di bisnis kelapa sawit menyebutkan kalau Hak Guna Usaha (HGU) yang mereka miliki tidak bisa tunduk dengan UU Cipta Kerja. Pasalnya, jika melihat rentang waktunya HGU itu diterbitkan sebelum adanya UU Cipta Kerja atau dikenal dengan sebutan Omnibus Law.

Makanya menurut Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi), Bustanul Arifin, HGU yang dimiliki pelaku usaha sawit saat ini tidak tunduk oleh UU Cipta Kerja. Pasalnya, HGU itu ditetapkan lebih dahulu sehingga sulit dibatalkan.

Oleh karena itu, menurutnya pemerintah perlu melakukan dialog dan sosialisasi dengan pelalu industri dan masyarakat untuk mencegah adanya penafsiran yang berbeda.


Ia menilai penetapan kawasan hutan yang di dalamnya terdapat lahan sawit disebabkan adanya kerancuan dalam proses perizinan sehingga menimbulkan polemik dikalangan pelaku usaha.

"Dari awal tentang penetapan kasawasan hutan itu sering jadi masalah dimana sawit ada di dalamnya. Karena tidak terlalu jelas landasan hukum yang di campuraduk dan akhirnya timbul multitafsir dari sanksi yang akan dikerjakan oleh satgas." ujar Bustanul dalam Forum Group Discussion 'Menimbang satuan tugas tata kelola industri kelapa sawit' di Nagara Institute, Kamis (5/10).

Tak jauh berbeda Pengusaha Sawit yang juga Komisaris Paya Pinang, Kacuk Sumarto mengatakan bahwa pentingnya perbaikan tata kelola industri sawit nasional. Salah satunya adalah mengesampingkan aspek pendapatan negara dalam pemberian HGU dan perbaikan tata kelola industri sawit.

"Jika dua-duanya itu mau langsung diperoleh yang nomer satu itu bisa sogok selesai, tapi yang pendapatan itu gak akan pernah selesai. Ayo kita dialog, semakin banyak akan semakin baik," tandas Kacuk.

Kepala Pusat Studi Sawit IPB, Budi Mulyanto menilai tujuan tata kelola dan pendapatan negara dari industri sawit mesti dipisahkan. Menurutnya pemerintah atau satgas harus mengutamaka tata kelola terlebih dahulu.

Terutama soal legalitas lahan yang perlu pendataan dengan tepat serta dikelola dalam basis data yang parsial. Hal ini penting sehingga tidak terjadi polemik sengketa HGU di kemudian hari. "Dengan adanya legalitas beres, subjek atas tanah  jelas, dan pemegang haknya bertanggungjawab untuk membayar pajak. Kejelasan ini yang akan berdampak positif terhadap negera," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Lamgiat Siringoringo