KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Upaya mendorong hilirisasi batubara dinilai melibatkan banyak aspek tak hanya soal jaminan insentif untuk menjaga keekonomian proyek. Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengungkapkan, aspek keekonomian memang sangat berpengaruh dalam pelaksanaan proyek terutama saat harga komoditas tinggi. Hendra pun memastikan, pembicaraan dengan pemerintah terkait pemberian insentif untuk menjaga keekonomian proyek tentunya terus berjalan. Meski demikian, Hendra menegaskan insentif bukan satu-satunya jaminan proyek dapat terlaksana.
"Hilirisasi batubara sesuatu yang memang penting sekali untuk kemajuan industri nasional. (Tapi) untuk rencana keekonomian ada banyak aspek yang mempengaruhi," kata Hendra kepada Kontan, Senin (19/9).
Baca Juga: Menteri ESDM Minta Pelaku Industri Pertambangan Genjot Hilirisasi Mineral Hendra menjelaskan, upaya hilirisasi batubara juga mendapatkan tantangan dari sisi pendanaan. Selain pendanaan ke sektor batubara yang tidak mudah, ada potensi pengembalian modal yang lama jika proyek tidak ekonomis. Selain itu, faktor teknologi juga diakui memberikan pengaruh pada pelaksanaan proyek. Selanjutnya, kepastian
offtaker produk hilirisasi dinilai tidak kalah penting dalam menjamin agar proyek dapat dinilai layak oleh pemodal dan investor. Sementara itu, Direktur PT Bumi Resources Tbk (
BUMI) Dileep Srivastava mengungkapkan, saat ini perusahaan masih berfokus untuk memperbaiki kinerja keuangan. Kendati demikian, dia memastikan proyek hilirisasi memerlukan sejumlah dukungan. "Proyek gasifikasi batubara membutuhkan insentif fiskal seperti pembebasan royalti atas konsumsi batubara,
tax holiday, kemudahan perizinan dan pendanaan," terang Dileep kepada Kontan, Senin (19/9). Tercatat, BUMI memiliki proyek hilirisasi melalui dua anak usaha yakni PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Arutmin Indonesia. PT Kaltim Prima Coal (KPC) menggarap pembangunan fasilitas pengolahan batubara menjadi metanol di Bengalon, Kalimantan Timur. Di proyek tersebut, BUMI selaku bagian dari Grup Bakrie berkolaborasi dengan Ithaca Group dan Air Product.
KPC akan berperan sebagai pemasok batubara untuk fasilitas gasifikasi tersebut. Kebutuhan batubara yang mesti disediakan oleh KPC untuk proyek gasifikasi di Bengalon sekitar 5 juta ton-6,5 juta ton per tahun dengan kualitas GAR 4.200 kcal per kg. Ketika beroperasi, pabrik tersebut dapat menghasilkan 1,8 juta ton per tahun metanol. Selain itu, BUMI juga memiliki proyek gasifikasi batubara menjadi metanol yang dilaksanakan oleh anak usaha lainnya, PT Arutmin Indonesia. Pabrik metanol tersebut berlokasi di IBT Terminal, Pulau Laut, Kalimantan Selatan. Asal tahu saja, batubara yang dibutuhkan untuk memproduksi metanol di sana mencapai 6 juta ton per tahun dengan kualitas GAR 3.700 kcal per kg. Pabrik metanol ini nantinya dapat menghasilkan metanol sebanyak 2,8 juta ton per tahun. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari