KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi Covid-19 lalu menjadi pelajaran berharga bagi dunia, termasuk Indonesia untuk memperkuat arsitektur kesehatan melalui beragam transformasi dalam bidang kesehatan. Kehadiran Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan menjadi awal dari proses transformasi kesehatan di Indonesia, salah satu transformasi yang coba terus didorong adalah soal kemandirian alat kesehatan (alkes). Kemandirian alkes ini sendiri tercantum dalam pasal 328 UU 17/2023 tentang Kesehatan, yng pda intinya memerintahkan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan fasilitas kesehatan harus menggunakan obat dan alkes yang menggunakan bahan baku dalam negeri.
Namun, untuk menuju kemandirian alkes tersebut tidaklah mudah. Pasalnya, saat ini mayoritas alkes yang digunakan di Indonesia masih berasal impor. Tercatat dari 1.300 alkes yang digunakan dan memiliki izin edar, baru sekitar 4000 alkes yang mnggunakan bahan baku dalam negeri. Upaya untuk memperbanyak alkes dalam negeri sejatinya terus dilakukan, namun langkah ini terhambat karena tidak sinkronnya antara lembaga penelitian dengan pelaku industri. Alhasil, pemerintah berupayamenghubungkan kedua pihak tersebut. Direktur Ketahanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Roy Himawan mengatakan, upaya menghubungkan penelitian dan dunia industri alkes ini agar makin banyak alkes yang dikomersialkan di masa mendatang. “Kita ingin agar hasil penelitian alkes tidak hanya menjadi dokumen tapi juga menjadi sebuah produk yang bias diproduksi dan bermanfaat,” ujarnya dalam acara Percepatan Dalam Rangka Pengembangan Inovasi Produk Dalam Negeri” di Jakarta, Jumat (19/1). Ia bilang selain menghubungkan peneliti dan pelaku industri, pemerintah juga membuat pedoman hilirisasi alat kesehatan untuk mengerek jumlah produk alkes dalam negeri. Menurutnya, produksi alkes dalam negeri cukup mendesak karena karena seluruh jenis alkes yang beredar di pasaran, produksi local hanya sekitar sepertiganya saja dan sisanya adalah produk impor. Maklum, Indonesia masih tertinggal dari Negara lain untuk melakukan uji klinis. Ia bilang sejauh in rata-rata Indonesia baru melakukan 400 uji klinis per tahun, padahal banyak Negara lain sudah melakukan sekitar 1.000 uji klinis per tahun. “Kami mengakui ada ruang hampa di industri alkes dalam negeri.Sebenrnya banyak hasil penelitian yang bias dikomersialkan, tapi tidak terwujud karena industri melihat tidak sesuai kebutuhan yang ada di pasar,” jelasnya. Selain menghubungkan hasil penelitian dengan dunia industri, pedoman hilirisasi alkes ini juga dilakukan untuk mengembangkan hasil penelitian yang masih dalam tahap awal sehingga bias dikomunikasikan dngan keinginan dan kebutuhan industri. Untuk mengkomunikasikan hal tersebut pula, Kemenkes juga mendukung terbentuuknya Himpunan Pengembangan Ekosistem Alkes Indonesia (Hipelki) pada November 2023 lalu. Hipelki sendiri berisikan berbagai pihak, mulai dari peneliti, pelaku industri bahan baku, higga produsen dan rumah sakit untuk mengakselerasi hilirisasi produk alkes di Indonesia. Ketua Umum Hipelki, Randy H. Teguh menyatakan, Hipelki bertujuan untuk melakukan forum kahian dan pelatihan kepada para pelaku dari ekosistem alkes, baik dari hulu hingga hilir. Pendampingan di hulu Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes Rizka Andalusia menambahkan, Kemkes akan terus memberikan pendampingan mulai dari hulu yakni peneliti yang melakukan penelitian perintis untuk mengembangkan alkes lokal. Setelah melakukan riset dan pengembangan, tahap berikutnya adalah uji klinis, dan pembuatan prototype, dan yang terakhir adalah produksi. Dari sini, pihaknya akan membantu dari sisi perizinan dan registrasi serta menghubungkan dngan pelaku industri.
“Memang tak mudah menghubungkan peneliti dan pebisnis, karena peneliti mindset-nya ilmu pengetahuan dan pebisnis adalah profit, tapi bukan berarti tidak bias dipertemukan,” tegas Rizka. Rizka mengatakan, setelah era transformasi kesehatan dilakukan, pemerintah aat ini mendorong pembatan alkes yang bias membuat masyarakat bisa membut klinik di rumah melalui metode
selfcare. Makanya, alkes yang saat ini perlu terus dikembangkan adalah alkes bersifat rumh tangga seperti alat diagnostik. ‘Perlu dibuat paket-paket alkes rumah tangga, baik diagnostik hingga langkah pengobatannya,” tambah Rizka. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Fahriyadi .