KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hilirisasi sektor mineral dinilai belum berjalan optimal untuk seluruh komoditas. Dari sejumlah komoditas yang ada, baru sektor nikel yang dinilai memiliki perkembangan paling baik serta didukung kebijakan yang komplit. Ketua Umum Indonesian Mining Association (IMA) Rachmat Makkasau menjelaskan, ekosistem hilirisasi untuk nikel telah terbentuk. Kondisi sedikit berbeda terjadi untuk komoditas mineral lainnya.
"Pemerintah sudah sangat maksimal. Bukan berarti pemerintah meninggalkan (komoditas) yang lain. Ke depannya kami mengharapkan pemerintah melihat juga tembaga, komoditas yang lain dan bauksit," kata Rachmat dalam Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Tantangan dan Kebijakan Hilirisasi di Indonesia” di Menara Kompas, Jumat (15/9).
Baca Juga: Punya Peran Krusial, Pelaku Usaha Minta Pemerintah Lirik Hilirisasi Tembaga Rachmat menjelaskan, komoditas tembaga misalnya memiliki peranan krusial dalam masa transisi energi. Secara global, permintaan nikel dan tembaga bakal meningkat sekitar 3% hingga 4% ke depannya. Permintaan ini berpotensi meningkat hingga 4% hingga 5% jika negara-negara global melakukan akselerasi dalam transisi energi. Selain itu, ke depannya produksi tembaga Indonesia bakal terus meningkat. Sayangnya, tingkat serapan di dalam negeri masih minim. "Kita hanya pakai 25%-30% dari kapasitas produksi kita sehingga 70%-nya diekspor," jelas Rachmat. Selain itu, pemerintah juga diharapkan turut mendorong hilirisasi bauksit yang saat ini perkembangannya masih belum optimal. Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto mengungkapkan, komitmen hilirisasi sudah dimulai Pemerintah Indonesia lewat kehadiran UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009.
Baca Juga: Kemenperin Dorong Hilirisasi Silika untuk Pengembangan Industri Semikonduktor Secara khusus untuk sektor nikel, upaya mendorong hilirisasi kian terlihat pasca kebijakan larangan ekspor bijih nikel diterapkan pada 2020 silam. "Kita ingin melhiat nilai tambah dari sumber daya alam yang kita miliki. Kita ingin negara bersaing di internasional dengan sisi kompetisi yang berkelanjutan," ungkap Seto dalam kesempatan yang sama. Seto menjelaskan, upaya mendorong hilirisasi sektor mineral lainnya pun terus didorong. Dengan menciptakan ekosistem hilirisasi untuk komoditas mineral maka ada peluang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
"Pak Presiden visinya yakni melihat ini harus sebagai suatu ekosistem industri," terang Seto.
Baca Juga: Dukung Hilirisasi Mineral, MIND ID Geber Proyek Smelter Grade Alumina Refinery Merujuk data IMA, hingga tahun 2023 total smelter mineral yang ditargetkan beroperasi mencapai 46 smelter. Dari jumlah tersebut, sebanyak 30 smelter merupakan smelter nikel, lalu 8 smelter bauksit, 4 smelter tembaga, 2 smelter besi, 2 smelter mangan dan 2 smelter timbal dan seng. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto