Hilirisasi rumput laut terkendala daya saing



JAKARTA. Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) menilai langkah pemerintah untuk mendorong hilirisasi rumput laut masih memerlukan perencanaan yang matang. Hal ini dikarenakan industri dalam negeri masih menemui beberapa kendala, utamanya daya saing yang masih rendah jika dibandingkan dengan industri luar negeri. Padahal, Indonesia dikenal sebagai pengekspor bahan baku rumput laut. "Kebutuhan rumput laut awalnya datang dari permintaan luar. Selama ini Industri nasional belum mampu menyerap rumput laut yang dihasilkan, sehingga harus diekspor," kata Ketua ARLI Safari Azis dalam rilisnya, Kamis(23/1). Menurutnya, selain mendorong hilirisasi rumput laut pemerintah seharusnya juga memperhatikan sisi lain peluang ekspor yang potensial dari komoditas rumput laut. "Kita harapkan industri rumput lautnya jalan, ekspornya juga tetap jalan," ucap dia. Safari menerangkan, kondisi sekarang ini penyerapan rumput laut oleh industri nasional baru mencapai sekitar 30% dari produktivitas, sementara ekspor rumput laut yang belum diolah masih banyak dibutuhkan oleh pihak luar sebagai produk pengenyal, pengemulsi, penjernih dan sebagai bahan penunjang meski harga pasaran internasional yang cukup tinggi. Sampai Oktober 2013, ekspor rumput laut Indonesia mencapai 147.052 ton senilai US$ 132, 48 juta.   "Industri dalam negeri terkadang mengeluh dengan tingginya harga bahan baku, sehingga sulit bersaing dengan para pelaku ekspor. Oleh karena itu, perlu dibangun pasar dalam negeri agar hasil olahan ekspor bisa bersaing dari segi harga dan kualitasnya," kata Safari. Menurut dia, agar berdaya saing industri rumput laut perlu memiliki kejelasan sistem, mulai dari pembudidayaannya, sistem bahan baku, perdagangannya, logistik hingga perizinan industrinya. "Kami meminta pada pemerintah supaya dibuatkan Road Map/Blue Print yang disepakati oleh stakeholder agar regulasi dan strateginya tepat dan membuat industrinya juga berdaya saing," kata dia. Safari mengungkapkan, saat ini perizinan bagi Industri pengolahan rumput laut yang beroperasi cenderung disulitkan karena setidaknya harus memiliki 14 macam surat izin yang dikeluarkan oleh antar Kementerian/lembaga yang berbeda-beda sehingga menyebabkan biaya tinggi dan tidak efisien. Pemerintah, kata dia, perlu memikirkan bagaimana agar pelaku usaha baik nasional maupun internasional tertarik untuk berinvestasi dan membangun Industri. "Proyek pemerintah dalam industri pengolahan rumput laut jalan ditempat, karena perencanaannya tidak matang, tidak ekonomis dan tidak ada akses pasar. Kita harapkan pemerintah bisa lebih bijaksana mengambil langkah-langkah yang tepat," imbuh Safari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Hendra Gunawan