JAKARTA. Harga batubara terus terperosok. Di bursa Newcastle, kontrak berjangka batubara terperosok hingga ke level terendah setahun terakhir di US$ 86,7 per ton, Senin (11/6).Harga acuan batubara Indonesia ecocoal berkandungan 4.200 kilokalori (kkal), selama enam bulan terakhir sudah turun 34,2%, menjadi US$ 51,6 per ton. Sedangkan yang berkandungan 5.000 kkal, sudah turun 10,3%. Kemerosotan harga komoditas andalan ekspor Indonesia itu, masih dipengaruhi kondisi lesunya perekonomian global.Dampak penurunan tentu tak kecil terhadap para emiten batubara di Bursa Efek Indonesia (BEI). "Kinerja emiten batubara tentu melemah seiring turunnya harga jual, harga saham juga akan turun," kata Reza Priyambada, Managing Research Indosurya Asset Managemen, Selasa (12/6).Jakarta Mining Index, yang mengukur kapitalisasi saham-saham batubara di BEI, sudah ambles 22,87% sejak awal tahun menjadi 1.950,15, kemarin. Jika diukur dalam setahun terakhir, penurunannya mencapai 40%. Sektor batubara juga turun 1,98% seiring pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), kemarin.Jeff Tan, Kepala Riset Sinarmas Sekuritas, menilai, penurunan harga batubara jelas berdampak besar pada laba emiten. "Semua emiten pasti terdampak besar," kata dia. Penurunan laba yang ditanggung emiten batubara bisa lebih drastis. Bagi emiten yang menggunakan spot price, dampak penurunan harga langsung terasa di tahun ini.PT Golden Mines Energy Tbk (GEMS), mengaku belum bisa memproyeksikan pendapatan dan laba bersih tahun ini. Kendati volume penjualan bisa dikerek dua kali lipat, pendapatan belum tentu ikut meningkat.Pasalnya, rerata harga jual tahun ini belum bisa diperkirakan menilik situasi pasar kekinian. "Kami tidak tahu seperti apa kondisi pasar ke depan," kata Fuganto Widjaja, Presiden Direktur GEMS.Mayoritas batubara GEMS berkalori 4.000-4.800 kkal. Hingga Juni ini, penjualan GEMS mencapai 4 juta ton, hampir setengah dari target penjualan tahun ini. Mayoritas batubara GEMS itu terjual ke mancanegara, yakni ke China, Thailand, dan India. "Harga jualnya sekitar US$ 50 per ton, di bawah harga rata-rata tahun lalu.PT Bayan Resources Tbk (BYAN) mengakui laba terancam turun akibat penurunan harga jual. Namun, manajemen BYAN belum berniat merevisi target di tahun ini. "Kami melihat dulu penurunan harga jual sejauh mana. Saat ini, belum terlihat berapa besar dampaknya terhadap margin," ujar Jenny Quantero, Direktur BYAN.Perkiraan BYAN, rerata harga jual batubara tahun ini sebesar US$ 94-US$ 96 per ton. Penjualan tahun ini ditargetkan sebesar 20 juta ton hingga 20,8 juta ton. Pada kuartal I-2012, penjualan batubara BYAN mencapai 4,1 juta ton.Sebelumnya, PT Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk (BORN) juga mengalami penurunan harga jual batubara selama kuartal I-2012 hingga 20%. Namun, BORN optimistis harga akan kembali naik di kuartal III dan IV tahun ini. Direktur BORN, Kenneth Raymond Allan, memperkirakan, harga jual rata-rata batubara BORN di sepanjang tahun ini berkisar US$ 210 hingga US$ 220 per ton. Jadi, pendapatan penjualan batubara selama 2012 diperkirakan berkisar US$ 945 juta-US$ 990 juta. Analis memperkirakan, penurunan harga batubara masih akan berlanjut menilik situasi di Eropa yang masih gunjang-ganjing. "Namun, pembatalan rencana penerapan bea keluar batubara bisa menjadi sentimen positif. Penurunan kinerja bisa tertahan," kata Reza. Untuk sementara, Reza menyarankan, para investor menghindar dari saham-saham di sektor ini, menimbang prospeknya yang masih buram.Akan tetapi jika memang meyakini betul prospeknya, investor bisa melakukan pembelian secara bertahap. Namun, saham-saham batubara, seperti ADRO, BUMI, dan BORN, lebih baik dihindari karena tingginya aksi jual investor asing atas saham-saham tersebut, di saat ini. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Hindari dahulu saham batubara
JAKARTA. Harga batubara terus terperosok. Di bursa Newcastle, kontrak berjangka batubara terperosok hingga ke level terendah setahun terakhir di US$ 86,7 per ton, Senin (11/6).Harga acuan batubara Indonesia ecocoal berkandungan 4.200 kilokalori (kkal), selama enam bulan terakhir sudah turun 34,2%, menjadi US$ 51,6 per ton. Sedangkan yang berkandungan 5.000 kkal, sudah turun 10,3%. Kemerosotan harga komoditas andalan ekspor Indonesia itu, masih dipengaruhi kondisi lesunya perekonomian global.Dampak penurunan tentu tak kecil terhadap para emiten batubara di Bursa Efek Indonesia (BEI). "Kinerja emiten batubara tentu melemah seiring turunnya harga jual, harga saham juga akan turun," kata Reza Priyambada, Managing Research Indosurya Asset Managemen, Selasa (12/6).Jakarta Mining Index, yang mengukur kapitalisasi saham-saham batubara di BEI, sudah ambles 22,87% sejak awal tahun menjadi 1.950,15, kemarin. Jika diukur dalam setahun terakhir, penurunannya mencapai 40%. Sektor batubara juga turun 1,98% seiring pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), kemarin.Jeff Tan, Kepala Riset Sinarmas Sekuritas, menilai, penurunan harga batubara jelas berdampak besar pada laba emiten. "Semua emiten pasti terdampak besar," kata dia. Penurunan laba yang ditanggung emiten batubara bisa lebih drastis. Bagi emiten yang menggunakan spot price, dampak penurunan harga langsung terasa di tahun ini.PT Golden Mines Energy Tbk (GEMS), mengaku belum bisa memproyeksikan pendapatan dan laba bersih tahun ini. Kendati volume penjualan bisa dikerek dua kali lipat, pendapatan belum tentu ikut meningkat.Pasalnya, rerata harga jual tahun ini belum bisa diperkirakan menilik situasi pasar kekinian. "Kami tidak tahu seperti apa kondisi pasar ke depan," kata Fuganto Widjaja, Presiden Direktur GEMS.Mayoritas batubara GEMS berkalori 4.000-4.800 kkal. Hingga Juni ini, penjualan GEMS mencapai 4 juta ton, hampir setengah dari target penjualan tahun ini. Mayoritas batubara GEMS itu terjual ke mancanegara, yakni ke China, Thailand, dan India. "Harga jualnya sekitar US$ 50 per ton, di bawah harga rata-rata tahun lalu.PT Bayan Resources Tbk (BYAN) mengakui laba terancam turun akibat penurunan harga jual. Namun, manajemen BYAN belum berniat merevisi target di tahun ini. "Kami melihat dulu penurunan harga jual sejauh mana. Saat ini, belum terlihat berapa besar dampaknya terhadap margin," ujar Jenny Quantero, Direktur BYAN.Perkiraan BYAN, rerata harga jual batubara tahun ini sebesar US$ 94-US$ 96 per ton. Penjualan tahun ini ditargetkan sebesar 20 juta ton hingga 20,8 juta ton. Pada kuartal I-2012, penjualan batubara BYAN mencapai 4,1 juta ton.Sebelumnya, PT Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk (BORN) juga mengalami penurunan harga jual batubara selama kuartal I-2012 hingga 20%. Namun, BORN optimistis harga akan kembali naik di kuartal III dan IV tahun ini. Direktur BORN, Kenneth Raymond Allan, memperkirakan, harga jual rata-rata batubara BORN di sepanjang tahun ini berkisar US$ 210 hingga US$ 220 per ton. Jadi, pendapatan penjualan batubara selama 2012 diperkirakan berkisar US$ 945 juta-US$ 990 juta. Analis memperkirakan, penurunan harga batubara masih akan berlanjut menilik situasi di Eropa yang masih gunjang-ganjing. "Namun, pembatalan rencana penerapan bea keluar batubara bisa menjadi sentimen positif. Penurunan kinerja bisa tertahan," kata Reza. Untuk sementara, Reza menyarankan, para investor menghindar dari saham-saham di sektor ini, menimbang prospeknya yang masih buram.Akan tetapi jika memang meyakini betul prospeknya, investor bisa melakukan pembelian secara bertahap. Namun, saham-saham batubara, seperti ADRO, BUMI, dan BORN, lebih baik dihindari karena tingginya aksi jual investor asing atas saham-saham tersebut, di saat ini. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News