KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) berencana mengubah pembobotan indeks saham. BEI akan memasukkan unsur free float sebagai unsur pengali dari indeks. Nantinya, setiap emiten akan disaring likuiditasnya, baru setelah itu akan akan diberikan bobot sesuai dengan perkalian kapitalisasi pasar dan free float atau persentase jumlah saham publik beredar. Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee menekankan kepada otoritas, agar bisa berdiskusi lebih banyak dengan pelaku pasar untuk menerapkan kebijakan baru. "Supaya tidak terjadi panik, otoritas perlu berdiskusi lebih banyak dengan pelaku pasar. Ditambah lagi, pasar kita saat ini cukup berfluktuasi akibat berbagai sentimen," kata Hans kepada Kontan.co.id, Minggu (11/11). Menurut Hans, kondisi ekonomi yang masih belum pasti, di tengah antisipasi kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat yang kencang, turut membuat nilai tukar rupiah berpotensi kembali tertekan. Apalagi defisit transaksi berjalan dan inflow dari investasi pasar modal dan investasi langsung dianggap masih terbatas. "Jadi, langkah otoritas untuk menerapkan itu, mungkin harus dipertimbangkan dengan sangat matang," jelasnya.
Hindari kepanikan pembobotan indeks, otoritas perlu diskusi dengan pelaku pasar
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) berencana mengubah pembobotan indeks saham. BEI akan memasukkan unsur free float sebagai unsur pengali dari indeks. Nantinya, setiap emiten akan disaring likuiditasnya, baru setelah itu akan akan diberikan bobot sesuai dengan perkalian kapitalisasi pasar dan free float atau persentase jumlah saham publik beredar. Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee menekankan kepada otoritas, agar bisa berdiskusi lebih banyak dengan pelaku pasar untuk menerapkan kebijakan baru. "Supaya tidak terjadi panik, otoritas perlu berdiskusi lebih banyak dengan pelaku pasar. Ditambah lagi, pasar kita saat ini cukup berfluktuasi akibat berbagai sentimen," kata Hans kepada Kontan.co.id, Minggu (11/11). Menurut Hans, kondisi ekonomi yang masih belum pasti, di tengah antisipasi kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat yang kencang, turut membuat nilai tukar rupiah berpotensi kembali tertekan. Apalagi defisit transaksi berjalan dan inflow dari investasi pasar modal dan investasi langsung dianggap masih terbatas. "Jadi, langkah otoritas untuk menerapkan itu, mungkin harus dipertimbangkan dengan sangat matang," jelasnya.