Hingga Agustus 2021, imbal hasil BPJS Ketenagakerjaan sentuh Rp 22,35 triliun



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Situasi pasar finansial yang mendaki menjadi tantangan bagi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan atau dikenal dengan BPJamsostek. Meski demikian, badan hukum publik ini masih mencatatkan kinerja positif.

Hingga Agustus 2021, imbal hasil investasi BPJS mencapai Rp 22,35 triliun atau setara 67,23% dari prognosa atau perkiraan sampai akhir 2021 senilai Rp 33,24 triliun. Dengan yield on investment (YoI) sebesar 6,5%.

"Prognosa kami, sampai akhir tahun adalah Rp 33,24 triliun, lebih tinggi dari realisasi Desember 2020. Namun masih di bawah target yang ditetapkan tahun ini yaitu Rp 37,40 triliun," kata Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR, Rabu (15/9). 


Menurut Anggoro, hasil investasi itu merupakan manfaat yang diberikan kepada peserta. Pemberian manfaat itu berdasarkan imbal hasil investasi yang diperoleh BPJS baik dari keuntungan yang terealisasi (realize gain) ataupun potensi kerugian (unrealized loss). 

Realisasi hasil investasi juga dibarengi pertambahan jumlah dana investasi. Pada periode yang sama, dana investasi BPJS mencapai angka Rp 514,74 triliun dengan prognosa akhir 2021 Rp 549,70 triliun. Nilai itu lebih tinggi dari target 2021 yakni Rp 542,41 triliun. 

Baca Juga: Pemerintah diminta segera realisasikan PBI Jamsostek pada tahun 2022

Pada kesempatan yang sama, Direktur Pengembangan Investasi BPJS Ketenagakerjaan Edwin Michael Ridwan mengungkapkan, bahwa dana tersebut ditempatkan ke beberapa instrumen investasi seperti saham 12,25%, reksadana 7,16%, properti 0,39%, surat utang 66,86%, investasi langsung 0,07% dan sisanya deposito. 

Sebagian besar investasi memang ditempatkan ke surat utang, khususnya surat berharga negara (SBN). Alasannya, surat utang itu dijamin oleh pemerintah dan memiliki risiko kegagalan (default) sebesar 0%. Jadi bebas risiko dan dinilai aman. 

Selain surat utang, BPJS juga mengandalkan investasi ke deposito seperti Bank Himbara dan Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang disesuaikan dengan kriteria penempatan investasi. Sayangnya, suku bunga acuan saat ini begitu rendah yakni di level 3,5%. Akibatnya imbal hasil deposito yang diperoleh juga minim. 

"Suku bunga 3,5%, angka terendah dalam sejarah Indonesia. Tapi kami mencapai YoI 6,5% yang merupakan pencapaian dalam kondisi saat ini, walaupun dibandingkan tahun - tahun sebelumnya sangat kecil," jelas dia. 

Di tengah penurunan suku bunga, kondisi pasar modal juga volatil. BPJS juga memilih menurunkan eksposur risiko pasar akibat Covid-19 dengan memangkas investasi ke saham dan reksadana. Namun membuka kemungkinan BPJS kembali menambah porsi saham ketika kondisi pasar membaik. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah vaksinasi dan pertumbuhan ekonomi nasional. 

"Investor di pasar saham akan mulai masuk lagi. Jadi kami pun memperhatikan kondisi itu, tidak menutup kemungkinan kami kembali investasi ke pasar saham jika memang prospeknya semakin baik," tutupnya. 

Selanjutnya: Pemerintah diminta segera realisasikan PBI Jamsostek pada tahun 2022

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .