JAKARTA. Tingkat laporan gratifikasi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terbilang rendah. Dari data pusat pelaporan gratifikasi KPK tercatat baru ada 203 laporan gratifikasi saja hingga 31 Agustus 2010 lalu.Juru bicara KPK Johan Budi SP mengatakan angka tersebut terbilang rendah. Dia mengatakan, seharusnya para pejabat negara wajib melaporkan segala bentuk hadiah berupa barang ataupun uang yang diduga berkaitan dengan jabatannya. Sesuai dengan Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tertera, gratifikasi didefinisikan sebagai pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat atau diskon, komisi, hadiah lebaran/natal, hadiah perkawinan baik itu bersifat suvenir atau uang, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan,fasilitas penginapan, perjalanan wisata, perjalanan ibadah, pengobatan cuma-cuma, ucapan terima kasih karena dapat proyek, pembelian barang atau jasa dari rekanan dan pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekanan kepada pejabat/pegawai negeri. Apabila seorang pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima suatu pemberian, maka ia mempunyai kewajiban untuk melaporkan kepada KPK. Setelah dilaporkan, barulah KPK bisa menentukan apakah hadiah ini bisa dikembalikan pada penerimanya atau menjadi milik negara. Berikut data 203 laporan itu:1. Kepresidenan 1 laporan2. Kementerian 34 laporan3. Setingkat Kementerian 9 laporan4. Lembaga Pemerintah Non Kementerian 28 laporan5. DPR 13 laporan6. DPRD 33 laporan7. Yudikatif 3 Laporan8. BPK 6 laporan9. Lembaga independen 38 laporan 10. BUMN/BUMD 7 laporan11. Pemerintah Provinsi 8 laporan12. Pemerintah Kabupaten 19 laporan13. Pemerintah Kota 4 laporanNilai gratifikasi yang sudah diterima dalam bentuk uang sebesar Rp 1,73 miliar dan barang sebesar Rp 43,9 juta. Sementara yang menjadi milik penerima dalam bentuk uang sebesar Rp 8,95 miliar, barang Rp 836,6 juta lalu ada US$ 34.065,07, S$ 468, A$ 100, ¥ 200.000, 510 euro, RM 250, £210, 10.000 Vietnam Dong.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Hingga Agustus, KPK terima 203 laporan gratifikasi
JAKARTA. Tingkat laporan gratifikasi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terbilang rendah. Dari data pusat pelaporan gratifikasi KPK tercatat baru ada 203 laporan gratifikasi saja hingga 31 Agustus 2010 lalu.Juru bicara KPK Johan Budi SP mengatakan angka tersebut terbilang rendah. Dia mengatakan, seharusnya para pejabat negara wajib melaporkan segala bentuk hadiah berupa barang ataupun uang yang diduga berkaitan dengan jabatannya. Sesuai dengan Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tertera, gratifikasi didefinisikan sebagai pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat atau diskon, komisi, hadiah lebaran/natal, hadiah perkawinan baik itu bersifat suvenir atau uang, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan,fasilitas penginapan, perjalanan wisata, perjalanan ibadah, pengobatan cuma-cuma, ucapan terima kasih karena dapat proyek, pembelian barang atau jasa dari rekanan dan pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekanan kepada pejabat/pegawai negeri. Apabila seorang pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima suatu pemberian, maka ia mempunyai kewajiban untuk melaporkan kepada KPK. Setelah dilaporkan, barulah KPK bisa menentukan apakah hadiah ini bisa dikembalikan pada penerimanya atau menjadi milik negara. Berikut data 203 laporan itu:1. Kepresidenan 1 laporan2. Kementerian 34 laporan3. Setingkat Kementerian 9 laporan4. Lembaga Pemerintah Non Kementerian 28 laporan5. DPR 13 laporan6. DPRD 33 laporan7. Yudikatif 3 Laporan8. BPK 6 laporan9. Lembaga independen 38 laporan 10. BUMN/BUMD 7 laporan11. Pemerintah Provinsi 8 laporan12. Pemerintah Kabupaten 19 laporan13. Pemerintah Kota 4 laporanNilai gratifikasi yang sudah diterima dalam bentuk uang sebesar Rp 1,73 miliar dan barang sebesar Rp 43,9 juta. Sementara yang menjadi milik penerima dalam bentuk uang sebesar Rp 8,95 miliar, barang Rp 836,6 juta lalu ada US$ 34.065,07, S$ 468, A$ 100, ¥ 200.000, 510 euro, RM 250, £210, 10.000 Vietnam Dong.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News