Hingga Juli, kontrak baru BUMN konstruksi Rp 44 T



JAKARTA. Pencapaian kontrak baru empat emiten konstruksi pelat merah selama tujuh bulan pertama tahun ini masih belum mencapai separuh target. Hingga Juli, total kontrak baru yang berhasil dikantongi empat emiten baru Rp 44,14 triliun atau setara 43,9% dari target Rp 100,7 triliun.

Pencapaian tertinggi diraih oleh PT Pembangunan Perumahan Tbk (PTPP) dengan mengantongi kontrak baru Rp 15,14 triliun. Ini artinya, perseroan telah berhasil merealisasikan 56% dari target kontrak baru yang dipatok tahun ini sebesar Rp 27 triliun.

Selanjutnya, diikuti oleh PT Waskita Karya Tbk (WSKT) dengan meraup kontrak baru senilai Rp 10,6 Triliun atau 45,2% dari target Rp 23,4 triliun. Sekitar 40,3% diperoleh dari proyek BUMN, sedangkan proyek pemerintah dan swasta masing-masing menyumbang porsi 38,7% dan 21%.


PT Adhi Karya Tbk (ADHI) mencatat kontrak baru selama tujuh bulan pertama sebesar Rp 7 triliun atau 37,4% dari target Rp 18,7 triliun dan PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) memperoleh Rp 11,4 triliun atau 36% dari target Rp 31,6 triliun.

Thendra Crisnanda, Analis BNI Securitas mengatakan pertumbuhan sektor konstruksi tahun ini akan selektif secara emiten. Dia melihat WIKA dan ADHI kemungkinan akan menurunkan target kontrak baru tahun ini mengingat realisasinya yang maish cukup minim selama tujuh bulan pertama. "Sebab kalau dipertahankan akan sulit tercapai mengingat waktu yang efektif untuk mengejar kontrak baru tinggal beberapa bulan lagi," kata Thendra pada KONTAN, Senin (31/8).

Sementara, PTPP dan WSKT menurut Thendra masih akan bisa mencapai target kontrak di tengah tantangan yang membayangi sektor konstruksi. Dia menjelaskan, kedua emiten tersebut mampu menunjukkan kinerja yang lebih baik karena melakukan strategi khusus.

PTPP bisa mengantongi lebih dari separuh target karena tidak bergantung pada proyek pemerintah. emiten ini melakukan diversifikasi dengan fokus pada proyek swasta dan proyek sendiri melalui anak usahanya PT PP Properti Tbk (PPRO).

Menurut Thendra yang dilakukan PTPP ini berhasil karena proyek-proyek swasta relatif masih berjalan meskipun ekonomi tengah melambat. Sementara WSKT berhasil memperoleh kontrak baru secara signifikan karena fokus membidik proyek strategis yakni proyek jalan tol.

Thendra mengatakan, tantangan sektor konstruksi selama delapan bulan pertama ini cukup berat. Setidaknya ada tiga faktor yang menurutnya yang menekan kinerja emiten konstruksi tahun ini. Pertama, penyerapan anggaran infrastruktur masih sangat rendah. Sementara emiten konstruksi BUMN banyak mengandalkan proyek pemerintah.

Kedua, nilai tukar yang terus melemah. Jika rupiah terus terperosok maka ada resiko pengerjaaan proyek yang sudah ditandatangani akan terlambat sehingga ekspektasi laba bersih emiten akan turun. "Jadi perlu diketahui berapa batas aman kontrak yang telah ditandangani terhadap nilai tukar," kata Thendra.

Sementara tantangan ketiga yang harus dihadapi emiten konstruksi adalah masalah pembebasan lahan. Ini memang masalah klasik. Namun, pembebasan lahan yang sulit sering menghambat pengerjaan proyek-proyek yang telah ditandatangani.

Hingga akhir tahun , Thendra optimis kinerja WSKT dan PTPP akan positif. Dia merekomendasikan buy untuk keduanya dengan target harga masing-masing Rp 1.980 dan Rp 4.450. Sementara untuk WIKA dan ADHI saat ini masih dikaji tapi sebelumnya dia menargetkan harga keduanya Rp 3.340 dan Rp 2.800.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto