JAKARTA. Produksi kayu alam periode Januari-Mei turun hingga 71% dibandingkan rata-rata produksi kayu alam tahun lalu. Sampai Mei, produksi kayu alam hanya mencapai 600.000 meter kubik (m3), jauh lebih rendah daripada produksi waktu yang sama tahun lalu sebesar 2,08 juta m3. Purwadi Soeprihanto, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI)mengatakan, perusahaan hutan kayu alam alias pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) masih terjebak harga yang rendah di pasar domestik. "Harga di pasar lokal hanya US$ 130 sampai US$ 150 per m3, sedangkan di pasar internasional harganya mencapai US$ 300 per m3," kata dia, Senin (18/6). Dia bilang, selama ini pasar kayu alam yang dipasarkan HPH hanya bisa diserap pasar lokal. Maklum, sejak dua belas tahun lalu, kalangan pengusaha dilarang ekspor kayu gelondongan. Alhasil, pengusaha kini memilih menunggu harga jual naik untuk mengimbangi biaya produksi. Menurut Purwadi, pengusaha hutan saat ini kian terdesak lantaran terbebani biaya transportasi yang tinggi. Apalagi, 269 perusahaan anggota APHI memiliki luas hutan 24,5 juta hektare (ha) di dalam pedalaman hutan. "Rata-rata jaraknya hutan dengan pabrik mencapai 100 km, ongkos angkut menjadi makin mahal," imbuhnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Hingga Mei, produksi kayu alam anjlok 71%
JAKARTA. Produksi kayu alam periode Januari-Mei turun hingga 71% dibandingkan rata-rata produksi kayu alam tahun lalu. Sampai Mei, produksi kayu alam hanya mencapai 600.000 meter kubik (m3), jauh lebih rendah daripada produksi waktu yang sama tahun lalu sebesar 2,08 juta m3. Purwadi Soeprihanto, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI)mengatakan, perusahaan hutan kayu alam alias pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) masih terjebak harga yang rendah di pasar domestik. "Harga di pasar lokal hanya US$ 130 sampai US$ 150 per m3, sedangkan di pasar internasional harganya mencapai US$ 300 per m3," kata dia, Senin (18/6). Dia bilang, selama ini pasar kayu alam yang dipasarkan HPH hanya bisa diserap pasar lokal. Maklum, sejak dua belas tahun lalu, kalangan pengusaha dilarang ekspor kayu gelondongan. Alhasil, pengusaha kini memilih menunggu harga jual naik untuk mengimbangi biaya produksi. Menurut Purwadi, pengusaha hutan saat ini kian terdesak lantaran terbebani biaya transportasi yang tinggi. Apalagi, 269 perusahaan anggota APHI memiliki luas hutan 24,5 juta hektare (ha) di dalam pedalaman hutan. "Rata-rata jaraknya hutan dengan pabrik mencapai 100 km, ongkos angkut menjadi makin mahal," imbuhnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News