Hingga Mei, Smelting Gresik produksi 96.000 ton katoda tembaga



KONTAN.CO.ID - GRESIK. Hingga Mei 2019, PT Smelting Gresik sudah memproduksi 96.000 ton Katoda Tembaga. Jumlah tersebut setara dengan 35,95% dari target minimal produksi katoda tembaga Smelting Gresik pada tahun ini.

Senior Manager Technical Eksternal PT Smelting Gresik Bouman T. Situmorang menerangkan, target produksi katoda tembaga pada tahun ini berada di angka 267.000 - 291.000 ton. Menurut Bouman, ada sejumlah faktor yang menentukan tingkat produksi katoda yang diolah dari pabrik peleburan dan pemurnian (smelter) yang berlokasi di Gresik, Jawa Timur tersebut.

Faktor tersebut berkaitan dengan  tingkat kadar tembaga pada konsentrat yang dipasok, serta perawatan (maintenance) pada fasilitas smelter. "Januari kita ada maintenance, jadi produksi hingga Mei masih sekitar 96.000 ton. Kita harapkan dari Juni-Desember bisa produksi setidaknya 171.000 ton," ungkap Bouman saat kunjungan lapangan ke PT Smelting Gresik, Kamis (20/6).


Untuk kadar tembaga, Bouman mengatakan pasokan konsentrat yang berasal dari PT Freeport Indonesia (PTFI) rata-rata berada di kisaran 25%. Bouman bilang, volume produksi katoda bisa kian optimal jika pada Juni-Desember, rata-rata kadar tembaga pada konsentrat yang dipasok bisa mencapai 30%.

"Kadar konsentrat mempengaruhi banyak produksi. Makin tinggi kadarnya, makin banyak produksinya," kata Bouman.

Adapun, hingga Mei 2019, pasokan konsentrat yang diterima Smelting mencapai 443.000 ton. Pada tahun ini, Smelting menargetkan bisa mengoptimalkan kapasitas produksi smelter-nya dengan mengolah sekitar 1,1 juta ton konsentrat tembaga.

Bouman menjelaskan, Smelting masih mengandalkan PTFI sebagai pemasok konsentrat utama. Ia menegaskan, kendati tengah mengalami penurunan produksi akibat masa transisi penambangan, namun pasokan konsentrat dari PTFI masih stabil di sekitar 1 juta ton.

Sementara untuk memaksimalkan kapasitas produksinya, Smelting pun menambah pasokan dari PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT). Pada tahun ini, pasokan konsentrat dari Amman ditarget mencapai 100.000 ton, atau naik dari pasokan pada tahun 2018 yang hanya berkisar di angka 20.000 ton konsentrat.

Selain untuk memaksimalkan kapasitas produksi, sambung Bouman, tambahan pasokan konsentrat dari AMNT juga diperlukan untuk mencampur konsentrat dari PTFI. Ia menjelaskan, konsentrat yang dipasok PTFI saat ini memiliki kandungan Timbal (Pb) yang lebih tinggi lantaran produksinya masih berasal dari tambang yang akan habis.

"Jadi harus blending, kita gabung, supaya tak susah mengolahnya," ungkap Bouman.

Tantangan ke Depan

Pada kesempatan yang sama, Presiden Direktur Smelting Gresik Hiroshi Kondo melihat bahwa kompetisi bisnis dalam industri hilirisasi logam akan semakin ketat, seiring dengan maraknya smelter yang sedang dibangun dan akan beroperasi dalam beberapa tahun ke depan.

Apalagi, sambungnya, permintaan dan penyerapan untuk katoda tembaga belum menunjukkan peningkatan yang signifikan. "Kompetisi akan semakin ketat. Tantangan untuk kita mencari pasar di tengah permintaan yang relatif stabil," ungkap Kondo.

Kendati demikian, Kondo merasa cukup optimistis kebutuhan terhadap katoda tembaga bisa terjaga. Sebab ke depan, tren Industri 4.0 dan kendaraan listrik masih banyak membutuhkan tembaga.

Asal tahu saja, menurut Bouman, saat ini katoda tembaga Smelting masih dominan terserap ke industri kawat dan kabel. Sepanjang 2019, ia memperkirakan porsi penjualan ekspor dan domestik masih tak jauh berbeda dari tahun lalu, yakni 57% ekspor dan 43% ke pasar dalam negeri.

"Konsumsi katoda kita masih banyak ekspor ke Asean, yaitu Malaysia, Thailand, dan Vietnam," terangnya.

Selain memproduksi katoda tembaga, Smelting juga menghasilkan produk beberapa produk sampingan. Pada tahun ini, Smelting menargetkan bisa memproduksi 1,04 juta asam sulfat, 805.000 ton terak tembaga, 31.000 ton gipsum dan 2.000 ton lumpur anoda.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi