KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekspor minyak sawit Indonesia masih menunjukkan peningkatan. Hingga Oktober tahun ini, volume ekspor minyak sawit Indonesia sudah mencapai 28,35 juta ton. Ekspor tersebut terdiri dari ekspor CPO sebesar 4,9 juta ton, dan ekspor produk turunan/olahan termasuk eleokimia dan biodiesel yang sebesar 23,44 juta ton. Sepanjang Oktober, volume ekspor minyak sawit Indonesia naik 5% menjadi 3,35 juta ton dari bulan sebelumnya yang sebesar 3,19 juta ton. Sementara, bila tidak menghitung ekspor oleokimia dan biodiesel, volume ekspor CPO, PKO dan turunannya sebesar 3,14 juta ton yang juga naik 5%.
"Geliat pasar global ini terutama didukung oleh demand dari China yang meningkat sangat signifikan," jelas Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan.co.id, Jumat (30/11). Oktober ini, China meningkatkan impor minyak sawit dari Indonesia hingga 63% atau sebesar 541.810 ton dai bulan lalu yang sebesar dari 332.520 ton. Ini tak termasuk permintaan biodiesel. Untuk biodiesel, China mulai mengimpor sejak Mei 2018. Total volume biodiesel yang diimpor China dari Indonesia periode Mei-Oktober 2018 telah mencapai 637.340 ton "Angka ini merupakan suatu capaian yang sangat baik sejak China mulai mempromosikan penggunaan biodiesel dalam rangka mengurangi emisi gas rumah kaca.
Pilot project B5 telah dilaksanakan di Shanghai dan akan terus dipromosikan secara luas di China. Program ini tentunya membuka peluang bagi pasar biodiesel berbasis CPO Indonesia untuk membuka pasar di China," terang Mukti. Kenaikan impor minyak sawit dari China pun didorong oleh pengurangan pasokan kedelai dari Amerika Serikat (AS) sebagai efek dari perang dagang. Tak hanya itu, pada awal Oktober pun China sudah mulai mengekskalasi pelarangan impor
rapeseed meal dari India untuk pakan ternak ruminansia dan unggas. Pelarangan ini memberi peluang bagi Indonesia untuk mengisinya dengan produk bungkil sawit yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia dan unggas. Tak hanya China, Pakistan juga mencatat peningkatan impor sebesar 76%. Impor di Oktober mencapai 246.97 ton, tertinggi sejak Oktober 2015. Peningkatan ekspor ini disebabkan harga sawit yang tengah murah. Pasalnya, beberapa bulan terakhir impor minyak sawit dari Pakistan melambabat karena perekonomian Pakistan yang kuranga membaik. Sementara, AS mencatat kenaikan impor minyak sawit yang sangat signifikan, yakni meningkat 129% dari 58.200 ton di bulan lalu menjadi 133.460 ton di bulan ini. "AS mencatatkan kenaikan impor meskipun secara volume tidak besar tapi secara persentase sangat signifikan," ujar Mukti.
Meski beberapa negara mencatat kenaikan impor, ekspor minyak sawit ke India justru mengalami penurunan sebear 12% atau dari 779.440 ton di September menjadi 698.170 ton di bulan ini. Meski ekspor menurun, namun India masih menjadi pengimpor minyak sawit tertinggi dari Indonesia. Tak hanya India, penurunan impor juga diikuti oleh Uni Eropa sebesar 8% dan Afrika sebesar 40%. Di sisi produksi, produksi minyak sawit diprediksi mencapai 4,51 juta ton tau naik 2% dibandingkan September yang sebesar 4,41 juta ton. Sementara, sepanjang Oktober 2018 harga CPO bergerak di kisaran US$ 512,50–US$ 537,50 per metrik ton CIF Rotterdam, dengan harga rata-rata US$ 527,10 per metrik ton. Harga CPO global terus tertekan karena harga minyak nabati lain yang sedang jatuh khususnya kedelai dan stok minyak sawit yang masih cukup melimpah di Indonesia dan Malaysia. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati