Hingga semester I, harga Timah lemah



JAKARTA. Prospek harga timah diprediksi bakal terus meredup tahun ini. Perlambatan ekonomi China, yang merupakan importir terbesar dunia, menjadi faktor penekan utama yang bisa mendorong harga timah hingga ke US$ 17.000 per metrik ton di semester I-2015.

Data Bloomberg, Senin (2/2) menunjukkan, harga timah di Bursa Metal London (LME) terkoreksi 1,31% menjadi US$ 18,855 per metrik ton. Ini  level harga terendah sejak awal tahun 2015.

Koreksi harga juga terjadi di Bursa Komoditas dan Derivatif Indonesia (BKDI) yang menjadi gerbang ekspor timah Indonesia. Pada 1 Januari 2015, harga timah di BKDI masih US$ 19.380 per metrik ton. Harga memang sempat naik ke level US$ 20.680 per metrik ton pada tanggal 15 Januari 2015.


Sayang, pergerakan positif itu tidak bertahan lama. Harga timah kembali terkoreksi ke level US$ 19.230 per metrik ton pada Senin (2/2). Direktur Equilibrium Komoditi Berjangka Ibrahim mengatakan, harga timah sedang dalam tren koreksi (bearish), setidaknya hingga separuh pertama tahun ini. 

Hal ini didorong proyeksi perlambatan ekonomi China yang merupakan konsumen timah terbesar dunia. Baru-baru ini, Dana Moneter Internasional (IMF) telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Tiongkok tahun 2015 menjadi 6,8%. Sebelumnya, di  Oktober 2014, IMF masih optimistis, ekonomi China bisa tumbuh 7,1% di 2015. "Dampaknya  cukup besar, karena bisa menjadi sinyal berkurangnya permintaan timah dari China," jelas Ibrahim. 

Indonesia, sebagai eksportir terbesar, berencana memangkas ekspor timah. Tapi, Myanmar terus melakukan eksplorasi guna menutupi kekurangan pasokan dari Indonesia. Hal ini bakal mendorong kelebihan pasokan di pasar timah dunia.

Ibrahim memprediksi, harga timah bisa jatuh ke US$ 17.000 per metrik ton di semester pertama 2015. Secara teknikal, bollinger dan moving average (MA) 20% berada di atas garis bollinger bawah. Stochastic di posisi 70% negatif. MACD dan RSI 60% negatif. Pekan ini, Ibrahim menyarankan sell on strength di US$ 18.555-US$ 18.870.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto