Hingga September 2022, Sebanyak 18 Bank Belum Miliki Modal Inti Minimum Rp 3 Triliun



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank bermodal cekak harus segera memenuhi ketentuan kewajiban modal inti minimum Rp 3 triliun di penghujung 2022. Berdasarkan laporan keuangan per September 2022, masih terdapat 18 bank yang memiliki modal inti di bawah ketentuan regulator. 

Berikut daftar 18 bank yang masih belum memiliki modal inti Rp 3 triliun hingga saat ini:

1. Bank Bumi Arta (BNBA) bermodal inti Rp 2,23 triliun per September 2022


2. Bank Jtrust Indonesia (BCIC) bermodal inti Rp 2,76 triliun per September 2022

3. Bank Ganesha (BGTG) bermodal inti Rp 2,15 triliun per September 2022

4.Bank Ina Perdana (BINA) bermodal inti Rp 2,32 triliun per September 2022

5. Bank Capital (BACA) bermodal inti Rp 2,08 triliun per September 2022

6. Bank Maspion (BMAS) bermodal inti Rp 1,34 triliun per September 2022

7. Bank Bisnis Internasional (BBSI) bermodal inti Rp 2,13 triliun per September 2022

8. Bank Aladin Indonesia (BANK) bermodal inti Rp 2,00 triliun per September 2022

9. Bank Neo Commerce (BBYB) bermodal inti Rp 2,22 triliun per September 2022

10. Bank Victoria Internasional (BVIC) bermodal inti Rp 2,50 triliun per September 2022

11. Bank Oke Indonesia (DNAR) bermodal inti Rp 2,96 triliun per September 2022

12. Bank of India Indonesia (BSWD) bermodal inti Rp 2,00 triliun per September 2022

13. Bank Indeks Selindo bermodal inti Rp 2,09 triliun per September 2022

14. Bank SBI Indonesia bermodal inti Rp 2,21 triliun per September 2022

15. Prima Master Bank (Bank Prima) bermodal inti Rp 227 miliar per Juni 2022

16. Bank Amar Indonesia (AMAR) bermodal inti Rp 18,97 triliun per Juni 2022

17. Bank MNC Internasional (BABP) bermodal inti Rp 2,23 triliun per Juni 2022

18. Bank Nationalnobu (NOBU) bermodal inti Rp 1,60 triliun per Juni 2022

Baca Juga: Dua Bank yang Belum Penuhi Ketentuan Modal Inti Rupanya Milik BUMN India

Sebagian besar dari bank tersebut telah mengumumkan langkah pemenuhan modal inti tersebut melalui aksi rights issue. Adapun rights issue yang paling besar akan digelar oleh Bank Neo Commerce (BNC) di sisa tahun ini dengan target dana segar hingga Rp 5 triliun. 

Bank digital yang dimiliki oleh Akulaku ini telah memiliki modal inti Rp 2,11 triliun per September 2022. Direktur Utama BNC Tjandra Gunawan menyatakan komitmen untuk memenuhi kewajiban pemenuhan modal inti.

Ia mengatakan tengah menjalankan  proses pelaksanaan Right Issue yang akan rampung di Kuartal IV tahun ini. Sebelumnya ia menyatakan dengan aksi korporasi ini, BNC akan memiliki modal inti hingga Rp 7 triliun guna memacu pertumbuhan bisnis. 

PT Bank Oke Indonesia Tbk misalnya telah mengantongi modal inti Rp 2,96 triliun per September 2022. Bank Dinar telah menawarkan 2,94 miliar saham baru dengan harga Rp 170 per saham. Wakil Direktur Utama Bank Oke Hendra Lie menyatakan aksi korporasi ini sudah dilakukan pada akhir bulan lalu. 

“Penambahan modal ini sesuai komitmen untuk mendukung bisnis khususnya penyaluran kredit. Dengan ini, kami sudah memenuhi ketentuan modal inti minimum,” ujar Hendra kepada Kontan.co.id pada Rabu (2/11). 

Ada juga Bank Amar yang akan melakukan rights issue dengan mengincar dana segar senilai Rp 1,28 triliun. Guna mencapai target itu, Bank Amar menerbitkan 4,56 miliar saham baru dengan harga pelaksanaan Rp 280 pe saham. 

"Dana ini akan digunakan untuk memperkuat struktur permodalan perusahaan dalam rangka memenuhi modal inti minimum bank sebagaimana yang diatur dalam Peraturan OJK No.12/POJK.03/2020," kata manajemen Bank Amar.

Bila rencana ini berjalan sesuai rencana, maka Bank Amar bisa memenuhi ketentuan OJK tepat waktu. Sebab bank yang sebagian kecil sahamnya dimiliki oleh Investree ini baru memiliki  modal inti Rp 1,89 triliun hingga Juni 2022. 

Upaya lebih ekstra harus dilakukan oleh Bank Prima Master karena masih memiliki modal inti Rp 227 miliar hingga Juni 2022. Sempat beredar rumor bank cilik ini akan diakuisisi oleh PT Bank Mandiri (Persero) Tbk untuk dijadikan bank digital. 

Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rudi As Aturridha mengatakan, hingga saat ini, Bank Mandiri belum memiliki rencana untuk melakukan aksi korporasi berupa akuisisi bank. Namun, ia bilang, bank pelat merah tersebut akan mengkaji seluruh opsi atau strategi yang mungkin dilakukan dalam pengembangan bisnis, serta peluang apapun yang terbuka di pasar.

"Tentunya yang sesuai dengan tujuan atau objektif dengan ekspektasi target market serta sejalan dengan strategi transformasi Bank Mandiri secara jangka panjang," kata Rudi. 

Adapun Vice President Infovesta Utama Wawan Hendrayana menyatakan investor perlu mencermati tiga hal sebelum membeli saham emiten yang akan menggelar rights issue. Tiga hal tersebut diantaranya, kondisi fundamental perusahaan, prospek bisnis dan tujuan penggunaan dana.   

Baca Juga: Terancam Dimerger Paksa, Ini 23 Daftar Bank dengan Modal Inti di Bawah Rp 3 Triliun

Biasanya, penggunaan dana untuk ekspansi akan jauh lebih diminati ketimbang dipakai buat pembayaran utang. Dalam hal ini, perlu diperhatikan ekspansi yang akan dilakukan emiten apakah bersifat organik atau anorganik. 

Sebab, mesti dipahami bahwa rights issue tidak secara otomatis bisa memberikan tambahan profit bagi emiten, walau asetnya akan bertambah. Di sisi lain, ekspansi bisnis yang direncanakan perusahaan juga butuh waktu untuk berkembang.   

Selain itu, ada faktor lain yang perlu dicermati yakni keberadaan standby buyer atau investor yang siap membeli saham baru. Rekam jejak bisnis dan kapasitas modal dari standby buyer akan melengkapi kesuksesan rights issue. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .