Hipmi tak setuju akan rencana penurunan batasan omzet pengusaha kena pajak



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) tidak setuju dengan rencana penurunan ambang batas (threshold) omzet pengusaha kena pajak (PKP). 

“Pemerintah cenderung tidak konsisten dalam membuat konsideran sebuah aturan. Pemerintah ini membuat standar ganda dalam membuat regulasi perpajakan,” ujar Ketua BIdang Keuangan dan Perbankan BPP Hipmi Ajib Hamdani kepada Kontan.co.id, Rabu (17/3). 

Standar ganda yang dimaksud oleh Ajib adalah, pada 1 Maret 2021, pemerintah menghapus Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) kendaraan bermotor dengan alasan untuk mendorong konsumsi. 


Baca Juga: Periode awal insentif PPN properti, pengembang besar dinilai lebih diuntungkan

Namun, setelah itu pemerintah malah membuat usulan untuk menurunkan threshold PPN dengan alasan untuk memperluas basis pajak dan peningkatan penerimaan.  “Kalau memang pendekatan yang dipakai adalah mendorong konsumsi, seharusnya justru pemerintah menaikkan threshold PPN,” tegasnya. 

Sebelumnya, pemerintah memang memiliki usulan untuk menurunkan threshold PKP. Sejak tahun 2014 hingga kini, batasan omzet PKP ditetapkan Rp 4,8 miliar per tahun. Sebelumnya, batasan omzet PKP adalah Rp 600 juta per tahun. 

Ada beberapa alasan yang diajukan Kemenkeu untuk menurunkan batasan omzet PKP. Pertama, threshold PPN Indonesia termasuk yang tertinggi di dunia. 

Kedua, tingginya threshold PPN menyebabkan banyak usaha tidak bayar pajak. Ketiga, simulasi beberapa skenario penurunan threshold menunjukkan potensi peningkatan penerimaan pajak dan dampaknya terhadap indikator makro seperti inflasi dan pertumbuhan ekonomi. 

Selanjutnya: Pemerintah diminta optimalkan insentif untuk dongkrak akselerasi UMKM

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi