KONTAN.CO.D - JAKARTA. Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) menolak kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek yang diusulkan dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK). Kebijakan ini dinilai tidak hanya merugikan industri hasil tembakau, tetapi juga mengancam keberlangsungan pertanian tembakau dan kesejahteraan petaninya. Sekretaris Jenderal HKTI, Sadar Subagyo, menekankan bahwa konsumen berhak mendapatkan informasi yang jelas tentang produk yang mereka konsumsi. Ia mengungkapkan bahwa kebijakan ini dapat meningkatkan risiko pemalsuan produk tembakau dan berpotensi mengurangi pendapatan negara dari cukai hasil tembakau, yang setiap tahun mencapai ratusan triliun rupiah.
Baca Juga: APTI Nilai Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek Ancaman Bagi Petani Tembakau "Tidak hanya industri tembakau yang terdampak, tetapi juga petani tembakau. Ini menjadi kekhawatiran utama bagi HKTI," kata Sadar dalam keterangannya, seperti dikutip pada Selasa (1/8). HKTI juga menolak narasi yang mendorong petani tembakau untuk beralih ke tanaman lain. Sadar menegaskan bahwa petani memiliki hak penuh untuk memilih komoditas yang ingin ditanam. Tembakau telah menjadi sumber penghidupan bagi jutaan petani, terutama di daerah-daerah yang tidak cocok untuk komoditas lain. "Petani tembakau harus diperlakukan sama seperti petani komoditas lain. Kebijakan yang menekan industri tembakau seharusnya tidak dijadikan solusi," ujarnya. Ia mengingatkan bahwa Undang-Undang Perkebunan Nomor 39 Tahun 2014 memberi kebebasan kepada petani untuk memilih komoditas yang menguntungkan. Petani, lanjutnya, akan memutuskan sendiri apakah akan terus menanam tembakau atau beralih ke komoditas lain berdasarkan keuntungan yang diperoleh.
Baca Juga: Serikat Buruh Minta Pemerintah Stop Pembahasan RPMK Kemasan Polos Tanpa Merk Menanggapi klaim bahwa petani tembakau tidak sejahtera, Sadar berpendapat bahwa regulasi yang menekan industri tembakau justru menjadi salah satu penyebab ketidakberhasilan tersebut. Ia mendesak pemerintah untuk membuat aturan yang adil dan berimbang bagi semua pihak terkait. "Kami berharap pemerintahan baru memberikan perlindungan yang lebih baik bagi petani tembakau," tambahnya, merujuk pada Presiden terpilih Prabowo Subianto yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum HKTI.
Sadar juga menolak rencana ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) di Indonesia, dengan alasan bahwa aturan tersebut tidak sesuai dengan kondisi nasional. Ia menegaskan bahwa tanpa ratifikasi pun petani tembakau sudah menghadapi banyak tekanan. "Indonesia sebaiknya membuat aturan sendiri yang sesuai dengan kebutuhan negara, bukan mengikuti FCTC," pungkasnya. HKTI berharap pemerintah mempertimbangkan kembali kebijakan kemasan rokok polos dan dampaknya terhadap petani tembakau serta industri terkait. Dukungan terhadap petani diharapkan tetap menjadi prioritas dalam merancang regulasi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli