HKTI tentang impor beras



JAKARTA. Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) menentang kebijakan impor beras yang dilakukan pemerintah. Seperti yang telah diberitakan, pemerintah melalui Badan Urusan Logistik (Bulog) tahun ini akan mengimpor beras sebanyak 1,33 juta ton. Menurut Ketua Harian HKTI Sutrisno Iwantoro impor seharusnya tidak perlu dilakukan karena berdasarkan data BPS masih ada surplus sekitar 8-9 juta ton beras tahun ini.

“Impor itu seharusnya dilakukan hanya pada saat kondisi mendesak, kalau sekarang kan tujuannya untuk penuhi stok beras Bulog 1,5 juta ton,” ujar Iwantoro dalam jumpa pers di kantor HKTI, Rabu, (22/12).

Iwantoro menilai impor beras yang sekarang terjadi lebih karena manajemen dan distribusi beras yang tidak tepat. Di satu daerah surplus sementara daerah lain tidak panen. Selain itu, impor juga disebabkan tidak tepatnya kebijakan penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP). “Bulog seharusnya bisa membeli di atas HPP,” tuturnya.


Untuk masalah beras, idealnya menurut Sekretaris Jenderal HKTI Benny Pasaribu, pemerintah bukan menetapkan HPP. “Pemerintah sebaiknya menentukan harga dasar dan harga eceran tertinggi untuk gabah maupun beras. Penentuan harga tersebut juga harus didasarkan pada tingkat penghidupan layak bagi petani,” jelas Benny.

“Bulog wajib masuk ketika harga di bawah harga dasar lalu melepas saat harga di atas harga eceran tertinggi. Jadi tidak lagi terjadi, begitu dengar harga beras di Thailand atau Vietnam lebih murah daripada di dalam negeri lalu memilih beli di luar,” kata Benny.

Soal APBN yang bisa membengkak jika Bulog diberi wewenang membeli di atas harga pasar, menurut Benny bisa disiasati dengan melibatkan perbankan. Benny beranggapan, pemerintah bisa mengatur perbankan wajib memberikan pinjaman pada Bulog untuk membeli dari petani. “Bunganya disubsidi negara lewat APBN. Dengan begitu kan APBN lebih ringan daripada harus menyediakan modal untuk membeli beras,” pungkas Benny.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Djumyati P.