KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT HM Sampoerna Tbk mencatatkan kinerja yang cemerlang tahun lalu. Emiten berkode saham HMSP ini membukukan kenaikan pendapatan 7,7% jadi Rp 106,742 triliun. Laba bersih naik 6,8% jadi Rp 13,54 triliun. Analis melihat, jurus HMSP menaikkan harga penjualan atau
average selling price (ASP) yang terjadi sejak kuartal dua hingga kuartal empat tahun lalu menopang kinerja. Analis Mirae Asset Sekuritas, Christine Natasya mencatat, kenaikan harga jual ini terjadi untuk produk Magnum Mild sebesar 14,8% dan Marlboro Filter Black sebesar 12,1%. Meski demikian, harga per-batang Magnum Mild tetap jauh di bawah harga produk unggulan HMSP. Sementara pada kuartal empat 2018, harga produk U Bold dan Dji Sam Soe naik sekitar 2%–11%.
Kenaikan harga ini menopang kinerja HM Sampoerna, yang sukses menjual 101,4 miliar batang rokok tahun lalu. Volume penjualan HMSP terbilang flat, karena hanya naik 0,1% dibanding 2017. Analis IndoPremier Sekuritas Raditya Imanzah mengatakan, HMSP tak perlu menunggu cukai rokok naik untuk mengerek harga jualnya. "Perusahaan rokok akan menaikkan harga rokok baik ketika cukai rokok naik atau stagnan," kata dia. Salah satu keuntungan saat ini, menurut Raditya, adalah daya beli masyarakat tengah meningkat. Adaptasi yang dilakukan HMSP adalah dengan mengeluarkan produk rokok baru atau yang lebih murah. Misalnya U Bold yang meniru segmen SKM dengan kadar tar rendah dan tinggi. Harga eceran rokok ini hanya sekitar Rp 11.000–Rp 12.000 per bungkus isi 12 batang. Raditya menilai, harga ini cukup kompetitif. Sebab harga kompetitor di segmen tersebut antara Rp 11.000-Rp 15.000 per bungkus. Kenaikan penjualan HMSP juga ditopang oleh kenaikan penjualan lokal. Penjualan sigaret kretek mesin (SKM) naik 12% yoy menjadi Rp 74,29 triliun. Segmen sigaret kretek tangan (SKT) juga naik 5% menjadi Rp 20,60 triliun. Pertimbangan inflasi Segmen lain-lain juga naik 30% menjadi Rp 530,07 miliar. Ini bisa mengkompensasi penurunan di segmen sigaret putih mesin (SPM) sebesar 10% menjadi Rp 10,90 triliun. Kontribusi dari penjualan ekspor juga turun 39% menjadi Rp 408 miliar di akhir 2018. Raditya mengatakan, tak hanya cukai rokok, inflasi menjadi pertimbangan bagi perusahaan rokok untuk menaikkan harga. Inflasi saat ini masih memungkinkan perusahaan rokok menaikkan harga jual sekitar 8% lebih tinggi. Ada kemungkinan, menurut Raditya, HMSP kembali menaikkan harga rokok. Langkah ini berpeluang menaikkan nilai penjualan rokok di dalam negeri. HMSP memang memiliki agenda memperluas pasar luar negeri ke Jepang dan Korea Selatan. Namun, diperkirakan belum berpengaruh banyak. Sebab, perusahaan pengendali HMSP, Philip Morris Bold, sudah mempunyai pasar di luar negeri juga. Penjualan rokok elektrik jenis iqos berpotensi memberi dampak positif. Cuma, pemerintah masih belum mengatur regulasi yang pasti, sehingga HMSP belum berani memproduksi lebih lanjut. Analis Ciptadana Sekuritas Asia Stella Amelinda dalam risetnya 25 Maret 2019 melihat, HMSP dapat mencapai profitabilitas yang lebih tinggi, dengan gross profit margin di kisaran 26,2% dan net profit margin di level 12,5% pada tahun ini.
Tarif cukai yang stabil dan potensi daya beli masyarakat yang lebih kuat akan mendukung pertumbuhan volume segmen SKM, terutama merek yang mempunyai harga lebih murah, seperti Magnum Mild. Sedangkan U Bold yang bekerja sama dengan Philip Morris bisa mendorong pendapatan lebih stabil. Stella mempertahankan rekomendasi beli HMSP dengan target harga Rp 4.500 per saham sampai dengan akhir tahun. Raditya juga merekomendasikan beli dengan target harga Rp 4.200 per saham. Dalam hitungannya, HM Sampoerna dapat mencetak kenaikan pendapatan hingga 4,7% menjadi Rp 111 triliun, sedangkan laba bersih tumbuh 4,4% sebesar Rp 14,1 triliun. Sedangkan Christine menegaskan kembali rekomendasi beli saham HMSP. Ia mematok target harga di Rp 4.300 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati