Ulet dan jeli mengendus peluang merupakan kelebihan Arri Indriana. Mulai mengasah jiwa wirausaha sebagai pemasok alat tulis, kini Arri menjelma menjadi ratu minyak. Terlahir sebagai wanita, tak ada salahnya punya pendapatan sendiri dan mandiri. Petuah itulah yang terus menggema dalam telinga Arri Indriana, dan buntutnya malah menjadi pelecut semangat untuk merintis usaha sendiri. Apalagi, Arri yang lahir di Lumajang, Jawa Timur, ini mendapat contoh nyata dari bundanya, yang tak pernah lelah menjalankan berbagai usaha demi keluarga. Tak heran, jiwa wirausaha sudah melekat pada diri sulung dari lima bersaudara ini sejak kecil.Kepindahan ke Jakarta, sekitar tahun 1998, merupakan titik awal Arri terjun berbisnis, karena tak ingin berdiam diri saja di rumah. Kemampuan seorang tetangganya mengotak-atik printer sekaligus mengganti tinta bikinan sendiri, menerbitkan ide untuk menjajal bisnis isi ulang cartridge printer. “Kebetulan, saat itu, harga cartridge baru sangat mahal akibat nilai tukar dolar AS yang naik tinggi,” jelas Arri. Bermodal Rp 250.000, uang pinjaman dari orang tuanya, Arri segera membeli kemasan bekas cartridge. Ia menggandeng sang tetangga dalam usaha pertamanya. Karena kualitas tak kalah jauh dengan aslinya, Arri pun berani menawarkan catridge ini ke Bank BNI. “Kebetulan, ada kerabat di sana,” ujar Arri.Tentu saja, cartridge ini harus melalui serangkaian proses uji coba terlebih dahulu. Dan, memang kualitas cartridge berharga miring ini cukup baik. Dari lima buah cartridge, akhirnya Arri bisa memasok kebutuhan cartridge di beberapa divisi bank pelat merah tersebut.Tak berhenti sebagai pemasok tinta isi ulang, Arri yang jeli ternyata juga melihat peluang untuk memasok peralatan kantor bagi bank tadi. “Waktu itu, mereka bilang, asalkan harga bisa bersaing, boleh saja membuat penawaran itu,” jelas perempuan yang sekarang berusia 37 tahun ini.Tanpa menunggu lama, Arri pun segera mencari distributor berbagai peralatan tulis di pusat perkulakan Jakarta. “Saya naik bus dari rumah ke Glodok atau Mangga Dua untuk mencari distributor paling murah,” kenang dia. Tak sia-sia, Arri pun mendapatkan harga termurah dan menjadi pemasok alat tulis di bank tersebut. Akhirnya, bukan cuma satu bank, Arri memasok isi ulang tinta printer, peralatan kantor hingga beberapa produk percetakan untuk beberapa bank. Bahkan, nilai proyek dari beberapa usaha itu sudah mencapai miliaran rupiah.Distributor BBMSeperti kata pepatah, makin tinggi pohon, semakin kencang angin menerpa, ketika bisnis Arri telah menunjukkan perkembangan yang baik, goyah juga terkena hantaman. Adanya masalah keluarga, memaksa Arri menutup lembaran kisah menuju suksesnya di Ibukota. Bersama dua anaknya, Arri kembali ke Surabaya, tempat terakhir sebelum hijrah ke Jakarta, pada 2002. Sayang, di Kota Pahlawan itu dia tak bisa meneruskan bisnis lamanya, lantaran tipikal konsumen di Surabaya yang berbeda jauh dibanding Jakarta. “Di sana, orang masih mudah menjangkau pusat perkulakan,” kata dia.Dari sang ayah yang memiliki agen minyak tanah, Arri pun mengintip peluang berbeda. Pengalaman berbisnis di Jakarta pun menjadi modalnya membangun jaringan. Arri, yang sering mewakili ayahnya saat ada pertemuan di Pertamina, akhirnya melihat penawaran menjadi transporter atau angkutan bahan bakar minyak (BBM). “Saat itu, Pertamina menawarkan peluang menjadi transporter,” ujarnya.Sayang modal menjadi kendala, karena sepulang dari Jakarta Arri tak banyak membawa uang. Dengan meminjam bendera perusahaan milik sang ayah, dia mengajukan permohonan pinjaman ke leasing untuk membeli truk tangki.Oh, ya, satu hal yang menjadi kelebihan Arri adalah kemampuannya menyusun perencanaan yang matang. Dia berani meminjam uang dalam jumlah besar, karena sudah memperhitungkan pendapatan yang bakal dikantongi. “Jadi, sebelum meminjam ke leasing, saya sudah mencari konsumen,” tuturnya. Beberapa perusahaan berskala besar, seperti Maspion dan Samsung, menjadi pelanggan BBM industri yang diantarkan oleh Arri.Bahkan tak hanya menjadi transporter, Arri mengubah usahanya menjadi trader BBM industri. Dari dua truk tangki, bisnisnya ini berkembang jadi 10 truk berbagai ukuran.Kebijakan pemerintah soal distribusi BBM oleh swasta memaksa Arri untuk mengubah strategi. Maklum, dia harus siap kehilangan pelanggan yang beralih menggunakan BBM dari Shell, Petronas, dan lainnya. Arri pun memperluas pasar ke perusahaan-perusahaan tambang di luar Pulau Jawa. Salah satunya, ia mengajukan penawaran untuk Medco di Merauke. “Saya ikut bidding, meski kalah,” kata Arri.Namun, lantaran perusahaan pemenang menemui kendala dalam pengiriman, pemilik proyek kembali menghubungi PT Jafa Indonesia, milik Arri. “Padahal, saya juga tak punya pengalaman pengiriman lewat shipping,” kata Arri.Dari situ, Arri mencari tahu tentang seluk-beluk pengiriman dengan kapal, hingga menyanggupi pengiriman BBM ke Merauke. Prinsip selalu mencari solusi bagi konsumen memang dipegang teguh Arri sejak terjun di dunia bisnis.Dengan modal yang terbatas, Arri pun sempat kelimpungan memenuhi pesanan yang besar itu. Namun, ia berhasil meyakinkan Pertamina soal pembayaran. “Kepercayaan menjadi kunci penting, karena selama ini saya selalu tepat memenuhi pembayaran,” ujar Arri. Dia juga berani menyewa kapal dengan harga Rp 150 juta per bulan, karena selain Medco, Arri juga mencari pembeli lain. Dengan wilayah pemasaran yang luas, kini Arri telah menjelma menjadi ratu minyak di Surabaya. Bahkan, tidak lagi menyewa, Jafa Indonesia sudah memiliki kapal sendiri untuk mengirim pasokan BBM ke pelanggannya, perusahaan tambang di Indonesia Timur, sejak 2009. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Hoki Arri mengalir di bisnis bahan bakar industri
Ulet dan jeli mengendus peluang merupakan kelebihan Arri Indriana. Mulai mengasah jiwa wirausaha sebagai pemasok alat tulis, kini Arri menjelma menjadi ratu minyak. Terlahir sebagai wanita, tak ada salahnya punya pendapatan sendiri dan mandiri. Petuah itulah yang terus menggema dalam telinga Arri Indriana, dan buntutnya malah menjadi pelecut semangat untuk merintis usaha sendiri. Apalagi, Arri yang lahir di Lumajang, Jawa Timur, ini mendapat contoh nyata dari bundanya, yang tak pernah lelah menjalankan berbagai usaha demi keluarga. Tak heran, jiwa wirausaha sudah melekat pada diri sulung dari lima bersaudara ini sejak kecil.Kepindahan ke Jakarta, sekitar tahun 1998, merupakan titik awal Arri terjun berbisnis, karena tak ingin berdiam diri saja di rumah. Kemampuan seorang tetangganya mengotak-atik printer sekaligus mengganti tinta bikinan sendiri, menerbitkan ide untuk menjajal bisnis isi ulang cartridge printer. “Kebetulan, saat itu, harga cartridge baru sangat mahal akibat nilai tukar dolar AS yang naik tinggi,” jelas Arri. Bermodal Rp 250.000, uang pinjaman dari orang tuanya, Arri segera membeli kemasan bekas cartridge. Ia menggandeng sang tetangga dalam usaha pertamanya. Karena kualitas tak kalah jauh dengan aslinya, Arri pun berani menawarkan catridge ini ke Bank BNI. “Kebetulan, ada kerabat di sana,” ujar Arri.Tentu saja, cartridge ini harus melalui serangkaian proses uji coba terlebih dahulu. Dan, memang kualitas cartridge berharga miring ini cukup baik. Dari lima buah cartridge, akhirnya Arri bisa memasok kebutuhan cartridge di beberapa divisi bank pelat merah tersebut.Tak berhenti sebagai pemasok tinta isi ulang, Arri yang jeli ternyata juga melihat peluang untuk memasok peralatan kantor bagi bank tadi. “Waktu itu, mereka bilang, asalkan harga bisa bersaing, boleh saja membuat penawaran itu,” jelas perempuan yang sekarang berusia 37 tahun ini.Tanpa menunggu lama, Arri pun segera mencari distributor berbagai peralatan tulis di pusat perkulakan Jakarta. “Saya naik bus dari rumah ke Glodok atau Mangga Dua untuk mencari distributor paling murah,” kenang dia. Tak sia-sia, Arri pun mendapatkan harga termurah dan menjadi pemasok alat tulis di bank tersebut. Akhirnya, bukan cuma satu bank, Arri memasok isi ulang tinta printer, peralatan kantor hingga beberapa produk percetakan untuk beberapa bank. Bahkan, nilai proyek dari beberapa usaha itu sudah mencapai miliaran rupiah.Distributor BBMSeperti kata pepatah, makin tinggi pohon, semakin kencang angin menerpa, ketika bisnis Arri telah menunjukkan perkembangan yang baik, goyah juga terkena hantaman. Adanya masalah keluarga, memaksa Arri menutup lembaran kisah menuju suksesnya di Ibukota. Bersama dua anaknya, Arri kembali ke Surabaya, tempat terakhir sebelum hijrah ke Jakarta, pada 2002. Sayang, di Kota Pahlawan itu dia tak bisa meneruskan bisnis lamanya, lantaran tipikal konsumen di Surabaya yang berbeda jauh dibanding Jakarta. “Di sana, orang masih mudah menjangkau pusat perkulakan,” kata dia.Dari sang ayah yang memiliki agen minyak tanah, Arri pun mengintip peluang berbeda. Pengalaman berbisnis di Jakarta pun menjadi modalnya membangun jaringan. Arri, yang sering mewakili ayahnya saat ada pertemuan di Pertamina, akhirnya melihat penawaran menjadi transporter atau angkutan bahan bakar minyak (BBM). “Saat itu, Pertamina menawarkan peluang menjadi transporter,” ujarnya.Sayang modal menjadi kendala, karena sepulang dari Jakarta Arri tak banyak membawa uang. Dengan meminjam bendera perusahaan milik sang ayah, dia mengajukan permohonan pinjaman ke leasing untuk membeli truk tangki.Oh, ya, satu hal yang menjadi kelebihan Arri adalah kemampuannya menyusun perencanaan yang matang. Dia berani meminjam uang dalam jumlah besar, karena sudah memperhitungkan pendapatan yang bakal dikantongi. “Jadi, sebelum meminjam ke leasing, saya sudah mencari konsumen,” tuturnya. Beberapa perusahaan berskala besar, seperti Maspion dan Samsung, menjadi pelanggan BBM industri yang diantarkan oleh Arri.Bahkan tak hanya menjadi transporter, Arri mengubah usahanya menjadi trader BBM industri. Dari dua truk tangki, bisnisnya ini berkembang jadi 10 truk berbagai ukuran.Kebijakan pemerintah soal distribusi BBM oleh swasta memaksa Arri untuk mengubah strategi. Maklum, dia harus siap kehilangan pelanggan yang beralih menggunakan BBM dari Shell, Petronas, dan lainnya. Arri pun memperluas pasar ke perusahaan-perusahaan tambang di luar Pulau Jawa. Salah satunya, ia mengajukan penawaran untuk Medco di Merauke. “Saya ikut bidding, meski kalah,” kata Arri.Namun, lantaran perusahaan pemenang menemui kendala dalam pengiriman, pemilik proyek kembali menghubungi PT Jafa Indonesia, milik Arri. “Padahal, saya juga tak punya pengalaman pengiriman lewat shipping,” kata Arri.Dari situ, Arri mencari tahu tentang seluk-beluk pengiriman dengan kapal, hingga menyanggupi pengiriman BBM ke Merauke. Prinsip selalu mencari solusi bagi konsumen memang dipegang teguh Arri sejak terjun di dunia bisnis.Dengan modal yang terbatas, Arri pun sempat kelimpungan memenuhi pesanan yang besar itu. Namun, ia berhasil meyakinkan Pertamina soal pembayaran. “Kepercayaan menjadi kunci penting, karena selama ini saya selalu tepat memenuhi pembayaran,” ujar Arri. Dia juga berani menyewa kapal dengan harga Rp 150 juta per bulan, karena selain Medco, Arri juga mencari pembeli lain. Dengan wilayah pemasaran yang luas, kini Arri telah menjelma menjadi ratu minyak di Surabaya. Bahkan, tidak lagi menyewa, Jafa Indonesia sudah memiliki kapal sendiri untuk mengirim pasokan BBM ke pelanggannya, perusahaan tambang di Indonesia Timur, sejak 2009. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News