JAKARTA. PT Holcim Indonesia Tbk sedang bersengketa dengan bekas direktur yang bernama PM Banjarnahor di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Banjarnahor menggugat Holcim untuk membayar royalti atas hak cipta atas sebuah metode formulasi penghitungan kompensasi pemanfaatan lahan industri tambang golongan C.Banjarnahor menuding perusahaan semen itu melanggar Undang-Undang Hak cipta karena telah menggunakan metode penghitungan tersebut tanpa seizinnya. Padahal, menurut Banjarnahor, ia sudah mengenalkan sistem itu sejak 27 November 2001 dan mendaftarkan hak cipta pada 24 November 2011.Sistem yang didaftarkannya itu adalah metode yang digunakan Holcim untuk menghitung nilai ganti rugi atas pelaksanaan proyek penambangan batu kapur di Nusakambangan. Zaka Hadisupandi, Kuasa Hukum Banjarnahor menjelaskan, kliennya menciptakan formula ini ketika diminta Holcim mewakili perusahaan dalam tim pembahas metode penghitungan ganti rugi bersama dengan Departemen Kehakiman dan HAM, serta Departemen Keuangan, yang anggotanya berjumlah 13 orang.Meski dibahas oleh tim 13, Banjarnahor mengklaim, ide rumus itu muncul atas inisiatif dirinya. Maka itu, ia pun mendaftarkan hak cipta tersebut atas nama dirinya.Namun, hingga kini, dirinya tak mendapat kompensasi yang pantas dari Holcim. Ia pun meminta pembayaran royalti dan ganti rugi hingga mencapai Rp 60 miliarHolcim tak gentar dengan gugatan itu. Malahan Holcim menggugat pembatalan hak cipta yang sudah didaftarkan Banjarnahor. Kuasa Hukum Holcim, Dini Pangabean mengatakan, yang menemukan metode penghitungan itu adalah tim 13.Dini juga menyebut, Banjarnahor tidak aktif dalam tim 13. “Ia bukanlah (pembuat) inisiatif penciptaan formula tersebut,” ujar Dini. Dus, pendaftaran hak cipta itu tidak memiliki nilai orisinalitas.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Holcim dan eks direktur berebut hak cipta
JAKARTA. PT Holcim Indonesia Tbk sedang bersengketa dengan bekas direktur yang bernama PM Banjarnahor di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Banjarnahor menggugat Holcim untuk membayar royalti atas hak cipta atas sebuah metode formulasi penghitungan kompensasi pemanfaatan lahan industri tambang golongan C.Banjarnahor menuding perusahaan semen itu melanggar Undang-Undang Hak cipta karena telah menggunakan metode penghitungan tersebut tanpa seizinnya. Padahal, menurut Banjarnahor, ia sudah mengenalkan sistem itu sejak 27 November 2001 dan mendaftarkan hak cipta pada 24 November 2011.Sistem yang didaftarkannya itu adalah metode yang digunakan Holcim untuk menghitung nilai ganti rugi atas pelaksanaan proyek penambangan batu kapur di Nusakambangan. Zaka Hadisupandi, Kuasa Hukum Banjarnahor menjelaskan, kliennya menciptakan formula ini ketika diminta Holcim mewakili perusahaan dalam tim pembahas metode penghitungan ganti rugi bersama dengan Departemen Kehakiman dan HAM, serta Departemen Keuangan, yang anggotanya berjumlah 13 orang.Meski dibahas oleh tim 13, Banjarnahor mengklaim, ide rumus itu muncul atas inisiatif dirinya. Maka itu, ia pun mendaftarkan hak cipta tersebut atas nama dirinya.Namun, hingga kini, dirinya tak mendapat kompensasi yang pantas dari Holcim. Ia pun meminta pembayaran royalti dan ganti rugi hingga mencapai Rp 60 miliarHolcim tak gentar dengan gugatan itu. Malahan Holcim menggugat pembatalan hak cipta yang sudah didaftarkan Banjarnahor. Kuasa Hukum Holcim, Dini Pangabean mengatakan, yang menemukan metode penghitungan itu adalah tim 13.Dini juga menyebut, Banjarnahor tidak aktif dalam tim 13. “Ia bukanlah (pembuat) inisiatif penciptaan formula tersebut,” ujar Dini. Dus, pendaftaran hak cipta itu tidak memiliki nilai orisinalitas.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News