JAKARTA. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kemarin mengumpulkan direksi BUMN Tambang untuk menindaklanjuti pembentukan
holding. Proses sosialisasi yang sudah digadang-gadang sejak tahun lalu itu kini masih tertahan di Komisi XI DPR.Hadir di sana Direktur Keuangan PT Inalum Oggy Achmad Kosasih, Direktur Utama PT Aneka Tambang Tbk (Antam) Teddy Badrujaman, Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk Arvian Arifin dan Direktur Keuangan PT Timah Tbk Emil Erminda.Aloysius K. Ro, Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN, menyatakan, rencana pembentukan
holding BUMN pertambangan itu telah sampai pada pembahasan antarlembaga.
Sebut saja, Kementerian BUMN, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Kementerian Keuangan, Kementerian Hukum dan HAM. "Sosialisasi ke DPR belum selesai," kata Aloysius, dalam diskusi soal Holding BUMN Pertambangan di kantornya, Rabu (22/3). Sosialisasi tersebut tersangkut soal PP 72/2016 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN. Aloysius menyatakan, pembahasan dengan DPR itu antara lain membahas rencana-rencana ke depan, pertimbangan melakukan pembentukan
holding, dampak finansial, termasuk strategi pertumbuhan ke depan. "Sebagai bentuk pertanggungjawaban publik, Kementerian BUMN harus lebih banyak berdiskusi dengan DPR," imbuh dia. Hasil kajian bersama inilah yang akan menjadi justifikasi terhadap rencana holding sehingga bisa dipertanggungjawabkan. "Sesuai PP 72/2016 seharusnya tidak sulit bagi pemerintah melakukan
inbreng saham," ungkap dia. Menurut Aloysius, pihaknya tinggal menunggu satu lagi aturan agar proses pembentukan ini tidak menyalahi beleid atau melanggar aturan yang ada. "Jadi tinggal selangkah lagi," kata dia yakin. Dalam skenario pembentukan
holding BUMN Pertambangan nantinya Inalum akan menjadi
holding BUMN tambang karena seluruh sahamnya merupakan milik pemerintah. Dengan begitu, proses pembentukan
holding akan relatif lebih cepat, optimal dan terkontrol. Sedangkan saham milik pemerintah di Antam, PTBA dan Timah mencapai 65%. Lalu ditambah saham pemerintah pada PT Freeport Indonesia sebesar 9,36%. Strategi pembentukan
holding ini secara tidak langsung akan meningkatkan kontribusi pendapatan empat BUMN. Tahun 2015, pendapatan keempat BUMN itu Rp 202 triliun dan diprediksi menjadi Rp 635 triliun pada tahun 2019 mendatang. Fajar Hary Sampurno, Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Startegis, dan Media Kementerian BUMN, menjelaskan, agar memperkuat kinerja perusahaan tambang dan menguasai cadangan sumberdaya dalam negeri, hal wajar membentuk
holding. Selama ini, pembentukan holding digunakan untuk membuat kinerja perusahaan lebih baik. Misalnya bila satu komoditas mengalami penurunan, bisa terbantu dengan komoditas lain yang harganya lebih stabil. Dengan adanya
holding tambang, Kementerian BUMN menargetkan bisa melakukan akuisisi 51% saham PT Freeport Indonesia.
Teddy Badrujaman, mengatakan, dirinya yakin sinergitas melalui BUMN tambang ini akan semakin menguatkan posisi pemerintah mengelola sumber daya alam (SDA). Apalagi selama ini Antam sudah memiliki sinergi dengan BUMN lain, seperti dengan Inalum untuk pembangunan
smelter grade alumina, Antam juga menjajaki kerjasama dengan PT Freeport Indonesia untuk pembangunan pabrik
anode slime. Menurut Teddy, di
holding pertambangan tidak ada yang berebut pasar. Jelas, berbeda dengan
holding lain yang pasarnya sama. "Kami punya ceruk masing-masing, dari sosialisasi tidak ada yang menilai negatif, dari segi investor juga pandangan bisnisnya positif," ujarnya. Anggota DPR Komisi XI dari Partai Gerindra Kardaya Warnika menyatakan, DPR belum setuju dengan pembentukan pembentukan
holding BUMN Pertambangan tersebut. "Karena tujuannya tidak jelas. Saya kira pembentukannya lama," ungkap dia kepada KONTAN, Rabu (22/3). Dia mengingatkan, BUMN itu mempunyai fungsi sebagai agen negara dalam mencapai tujuan, sebagaimana amanat konstitusi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia