KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana penggabungan Badan Usaha Milik Negara (holding BUMN) farmasi semakin terang. Sejumlah analis menilai prospek emiten yang bakal di-holding yakni PT Kimia Farma Tbk (
KAEF) dan PT Indofarma Tbk (
INAF) bakal positif dalam spektrum waktu yang panjang. Asal tahu saja, pada 15 Oktober 2019 lalu Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2019 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke dalam Perusahaan Perseroan (Persero) Bio Farma. Pasal 2 Ayat (1) PP tersebut menyatakan penambahan penyertaan modal ini sebanyak 5 miliar saham dengan rincian 2,5 miliar saham seri B yang telah ditempat dan disetor penuh milik KAEF dan 2,5 miliar saham seri B INAF. Adapun penambahan modal negara ini membuat Bio Farma resmi menjadi pemegang saham KAEF dan INAF.
Direktur Keuangan INAF Herry Triyatno menjelaskan rencana tersebut untuk melengkapi terbentuknya
holding. “Penyertaan 2,5 miliar saham seri B tersebut masih dalam pembahasan,” jelasnya kepada Kontan beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Rini Soemarno mewariskan sejumlah PR Kementerian BUMN kepada Erick Thohir Herry mengakui kemungkinan rencana ini akan terealisasi menggunakan skema inbreng ke Biofarma. Holding bisa terlaksana secepatnya menunggu kabinet periode II rampung. Herry menyatakan, setelah penyertaan saham ini rampung, target INAF adalah menjadi lebih efisien dan sinergi BUMN farmasi bakal lebih optimal. Analis Oso Sekuritas Sukarno Alatas menjelaskan skema inbreng dengan tujuan memperbaiki permodalan suatu langkah yang positif. “Sebab ketika struktur permodalan yang baik, tentunya KAEF dan INAF bisa lebih mudah mencari pendanaan ke perbankan,” kata Sukarno kepada Kontan.co.id, Kamis (24/10). Sebab posisi rasio utang terhadap modal emiten BUMN farmasi dinilai sudah terlalu tinggi dan agak berisiko. Peningkatan saham INAF yang menghijau tipis pada hari ini menurut Sukarno hanya sekadar teknikal
rebound. Sebab kenaikannya tidak terlalu signifikan dan pergerakannya cenderung
sideways. Analis Royal Investium Sekuritas Wijen Pontus menambahkan, penguatan saham KAEF dan INAF memang sebagian kena sentimen selesainya
holding farmasi pada 15 Oktober 2019 kemarin. “Namun, penguatan ini memang tidak bertahan lama sebab belum banyak investor yang mengetahui informasi ini,” kata Wijen kepada Kontan.co.id saat ditemui di Bursa Efek Indonesia beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Holding BUMN farmasi dinilai tidak banyak pengaruhi persaingan bisnis farmasi Wijen menjelaskan, pada dasarnya tujuan pemerintah membentuk
holding adalah untuk efisiensi perusahaan. Namun, setelah proses
holding farmasi ini benar-benar selesai, dirinya optimistis kinerja KAEF dan INAF bisa lebih baik dan mampu bersaing dengan perusahaan swasta seperti PT Kalbe Farma Tbk (
KLBF). Wijen menyatakan dampak
holding ini sebenarnya baru akan terasa jangka panjang atau setidaknya dua sampai tiga tahun mendatang. Bukan berarti investor yang sudah tertarik dengan prospek KAEF dan INAF tidak bisa masuk dan memanfaatkan momentum jangka pendeknya. Wijen menjelaskan kalau bicara prospek jangka pendek atau
trading, investor harus mencermati level
support sahamnya, misalnya saja kalau mau masuk INAF bisa perhatikan level support di Rp 1.000-Rp 1.100 dengan target harga di Rp 1.200 sampai Rp 1.500. Nah, untuk investor yang mau investasi jangka panjang juga bisa. Wijen bilang kalau berbicara investasi jangka panjang memang tidak bisa mengharapkan kinerja INAF dan KAEF bakal positif dan langsung kinclong dalam waktu singkat. Butuh waktu dua sampai tiga tahun prospek sahamnya bakal menarik dan oke. Sukarno justru memberikan lampu kuning bagi investor. Menurut dia posisi fundamental emiten farmasi BUMN belum menunjukkan perbaikan dan saham melanjutkan tren penurunan. Artinya, investor harus berhati-hati.
Baca Juga: Industri manufaktur melemah, emiten farmasi ikut tertekan Sukarno bilang sebelum ada transisi harga ke
bullish, jangan coba-coba masuk apalagi kondisi fundamental belum stabil, INAF yang kasnya masih negatif. Sukarno melihat saham
KAEF masih cenderung bergerak
sideways di range area
support Rp 2.770 dan
resistance Rp 2.910. Sukarno merekomendasikan investor boleh saja beli jika harga
breakout resistance dengan target harga Rp 3.100 dan sebaliknya jika
breakdown support harga bakal lanjut turun ke Rp 2.480. Adapun untuk
INAF, Sukarno melihat harga jangka menengah ke panjang masih
downtrend. Adapun jangka pendek juga cenderung
sideways. Strategi yang bisa dilakukan adalah boleh beli jika harga
breakout Rp 1.130-Rp 1.190 dengan potensi naik ke level Rp 1.335. Adapun
support di level Rp 1.080. Namun jika
breakdown support, harga bisa turun ke level Rp 995. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati