Mencermati pembentukan holding BUMN, secara pribadi saya optimistis dengan strategi tersebut. Dengan terbentuknya holding, bisa dipastikan politisasi BUMN pelan-pelan akan terkikis. Namun, diperlukan waktu yang cukup untuk menggapai impian tersebut.
Saya merujuk pada proses senada yang kini tengah giat-giatnya dilakukan oleh pemerintah China. Pembentukan holding BUMN ternyata mampu mengubah stigma, khususnya dari dimensi good governance yang perlu bukti lebih riil.
Artinya investor global akan secara otomatis menggunakan lensa mereka yang umumnya berkiblat pada dunia Barat untuk menunggu perubahan kinerja pasca pembentukan holding itu.
Dari sisi internal, membutuhkan waktu panjang untuk mendapatkan perubahan paradigma dan culture di BUMN. Di situlah titik kritisnya, jangan sampai investor global kehilangan momentum karena lelah menunggu. Yang jelas, bila menggunakan holding system maka koordinasi lintas strategic unit bisa dioptimalkan.
Ini lah yang selama ini banyak dinantikan sejumlah kalangan. Dengan sistem baru ini terdapat peluang untuk merapikan birokrasi internal masing-masing unit. Tinggal sekarang berani tidak melakukan itu semua.
Saya kembali merujuk pada proses yang terjadi di negara tirai bambu, beberapa kajian malah bernada negatif. Sebab dalam konteks holding, ide, menyamakan ritme dalam membangun daya saing, juga menimbulkan efek psikologis baru yakni egoisme unit. Bahkan tidak jarang jika harmonisasi tidak maksimal, maka persaingan antar strategic unit khususnya dalam meraup sumber daya holding akan semakin sengit.
Kelemahan lain ada pada harmonisasi budaya antar unit di perusahaan. Tak mudah menyelaraskan ritme yang ada. Terlebih jika sebelumnya mereka dikelola secara terpisah.
Untuk mencapai kondisi ideal itu, kuncinya ada di kepemimpinan yang kuat dan profesionalitas dalam membangun daya saing secara integratif. Bila itu teratasi maka pembentukan holding akan sukses.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News