Holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terus bergerak menjadi agenda Kementerian BUMN. Jika April kemarin ramai soal rencana holding BUMN penerbangan, maka kini pada Juni 2019 perhatian publik menoleh ke rencana pembentukan holding BUMN infrastruktur. Perusahaan BUMN konstruksi PT Hutama Karya (Persero) direncanakan menjadi induk holding dengan anggota perusahaan BUMN lain seperti PT Jasa Marga (Persero) Tbk, PT Adhi Karya (Persero) Tbk, PT Waskita Karya (Persero) Tbk, PT Yodya Karya (Persero), dan PT Indra Karya (Persero). Rencana pembentukan holding BUMN akhir-akhir ini memang mengejutkan karena waktunya yang demikian cepat. Pengalaman dalam mendirikan holding perkebunan, pupuk, kehutanan, semen, dan tambang pada umumnya berlangsung dalam durasi panjang karena banyaknya pertimbangan. Holding semen misalnya. sangat panjang sejak 1998 sampai dengan 2013, atau lebih dari satu dekade. Namun, saat ini membentuk holding BUMN rupanya bisa berlangsung lebih cepat. Rencana pembentukan holding penerbangan bermula melalui surat dari Kementerian BUMN Nomor S-180/MBU/03/2019 tanggal 25 Maret 2019 ke Menteri Keuangan tersebut berisikan Rancangan Peraturan Pemerintah dan Kajian Pembentukan Holding BUMN Sarana dan Prasarana Perhubungan Udara.
Holding penerbangan tersebut diharapkan bisa menjadi solusi dalam menyelesaikan kompleksitas industri penerbangan menyangkut keterbatasan infrastruktur, konektivitas, tumpang-tindih regulasi, dinamika persaingan pasar, juga peningkatan standar pelayanan. Kementerian BUMN mengusulkan agar BUMN PT Survai Udara Penas (Persero) menjadi induk. Anggota holding diantaranya adalah PT Angkasa Pura (AP) I (Persero), PT Angkasa Pura (AP) II (Persero), dan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Penas akan digelontor dengan penyertaan modal dari pengalihan seluruh saham Seri B Pemerintah di Angkasa Pura I, Angkasa Pura II dan Garuda Indonesia. Masing-masing berjumlah 6.414.411 saham, 15.971.651 saham, dan 15.670.777.621 saham. Yang tidak biasa adalah status BUMN Penas. BUMN ini bergerak di bidang pemotretan udara, survei terestris, pemetaan fotogrametri, hujan buatan, sewa pesawat termasuk ambulans udara. Penas juga melayani penerbangan tidak berjadwal dengan satu pesawat Antonov An12, Super King Air (PK-VKB), Bae 146 Serie 100 (PK-VKD), pesawat Cessna- 402B (PK-VCD) dan Fokker-27 (PK-VWT). Dari banyak pertimbangan, BUMN Penas tidak mampu menyamai kinerja calon anggota holdingnya. Bandara kelolaan AP I saat ini 14 bandara karena sejak 6 September 2018 menambah Bandara Sentani Jayapura dan Bandara Sis Al-Jufri Palu. Saat ini sedang mengembangkan Bandara Ahmad Yani di Semarang, Bandara Syamsuddin Noor Banjarmasin, dan Bandara internasional Yogyakarta Kulonprogo. Operasional, aset, manajerialnya pasti kompleks. Total aset kelolaan BUMN AP II malah lebih kompleks secara ukuran dan operasionalnya. Total bandara yang dikelola mencapai 19 bandara setelah menambah kelola Bandara Radin Inten II Lampung, Bandara HAS Hanandjoeddin Belitung dan Bandara Fatmawati Soekarno di Bengkulu. Belanja modal 2019 mencapai Rp 8,5 triliun. Sementara Garuda Indonesia pun tidak kalah kompleksitas dari sisi aset. Total pesawat dengan anak usaha Citilink minimal saat ini sudah mencapai 202 pesawat berbagai jenis dan menjadi maskapai dominan di Indonesia. Kontradiksi holding Rekomendasi Penas sebagai induk holding penerbangan inilah yang menjadi tanda tanya. Pengalaman dan rekam jejak Penas belum pada tataran menyamai skala operasional Angkasa Pura dan Garuda, namun justru digadang-gadang sebagai induk holding. Urgensi holding penerbangan ini jika melihat dipaksakannya Penas sebagai induk holding justru akan memicu keresahan karyawan Angkasa Pura dan Garuda Indonesia. Kecemasan utama, jika induk holding notabene memiliki tingkat kesejahteraan karyawan yang lebih rendah, maka secara bertahap kesejahteraan karyawan anggota holding akan mengarah ke standar yang lebih rendah tersebut. Sebaliknya jika induk holding memiliki tingkat kesejahteraan karyawan yang lebih baik, maka kesejahteraan karyawan anggota holding akan membaik. Rencana pemilihan induk holding BUMN infrastruktur yakni Hutama Karya tampaknya berbeda dengan rencana holding penerbangan. Tingkat kesejahteraan karyawan BUMN karya pada umumnya tidak berbeda jauh dan hal ini potensial akan menjaga iklim holding tetap kondusif. Kinerja Hutama Karya kuartal I-2019 pendapatan usaha naik 110% YoY menjadi Rp 4,8 triliun. Laba bersih Hutama Karya Rp 200 miliar. Laba bersih Jasa Marga periode sama Rp 584,83 miliar. Laba bersih Adhi Karya Rp 644,15 miliar. Laba bersih Waskita Karya Rp 795 miliar. Masifnya spirit pembentukan holding BUMN sebetulnya sangat bertentangan dengan tujuan semula. Alasan utama pembentukan berbagai holding BUMN pertama adalah rightsizing atau mengurangi jumlah BUMN. Namun pada saat ini website BUMN menulis ada 146 BUMN. Artinya, tidak ada efek pengurangan BUMN sejak holding pertama kali dibentuk 2012 pada Pupuk Indonesia. Ketika jumlah BUMN tidak berkurang maka pemerintah tetap sangat sibuk untuk menghadiri setiap Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) atau Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB). Kementerian BUMN tetap menikmati melakukan uji kepatuhan dan kelayakan atau fit and proper test untuk memilih direksi dan komisaris, dan bahkan sibuk mengatur operasional BUMN termasuk mengendalikan tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR). Jumlah direksi dan komisaris pun justru bertambah padahal tujuan awal mengurangi jumlah direksi agar efisien. Jika masing-masing BUMN memiliki 5 orang komisaris dan 5 orang direksi, maka jumlah eksekutif seluruh BUMN akan mencapai 1.460 orang. Lembaga holding justru membuka jabatan direksi dan komisaris baru. Pada holding Pupuk, kini menjadi 4 institusi padahal sebelumnya 3 BUMN yakni Pupuk Kaltim, Petrokimia, dan Pusri. Direksi dan komisaris pada BUMN sektor semen kini menjadi 4 institusi, padahal sebelumnya ada 3 BUMN yakni Semen Gresik, Semen Padang dan Semen Tonasa. Demikian pula sektor tambang menjadi 4 institusi dari sebelumnya 3 BUMN (PT Aneka Tambang, PT Bukit Asam, dan PT Timah).
Jika melihat begitu bias tujuan holding BUMN, maka tidak berlebihan apabila saat ini BUMN-BUMN yang akan menerima nasib holding dan anggota holding menjadi resah dan gelisah. Karyawan BUMN begitu berharap agar holding dan BUMN secara keseluruhan di-reorientasi kembali dan membangun komunikasi dengan karyawan. Hal ini penting agar memberikan rasa nyaman bagi karyawan untuk tetap produktif.♦
Effnu Subiyanto Direktur Koalisi Rakyat Indonesia Reformis (Koridor) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tri Adi