JAKARTA. Dalam menjalankan holding PTPN diperlukan transisi yang tidak mudah, khususnya adaptasi budaya mengingat masing-masing perusahaan yang tergabung memiliki keragaman budaya kental. Karyawan juga pasti merasa bahwa saat tempat mereka bekerja menjadi anak perusahaan, mereka tidak lagi berstatus sebagai karyawan BUMN. Adig Suwandi, praktisi agribisnis dan Senior Advisor Asosiasi Gula Indonesia (AGI) mengatakan, bagi sebagian orang, status sebagai karyawan BUMN ini penting sekaligus kebanggaan. Holding harus terus-menerus melakukan sosialisasi bahwa tujuan utama perusahaan dibentuk adalah meningkatkan kesejahteraan stakeholders, termasuk karyawan, secara berkelanjutan melalui optimalisasi pemanfaatan sumber daya dimiliki. Kesejahteraan akan terwujud bila perusahaan dapat menjalankan peran korporasinya dengan baik, mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan strategik lebih cepat yang terformulasikan ke dalam corporate action dan program, serta menghasilkan karyawan profesional. Rentang kendali yang terlalu luas juga bisa membuat holding kurang efektif dan bahkan terjebak birokrasi. Tetapi cara ini dapat diatasi melalui struktur organisasi yang lebih fleksibel karena masing-masing anak perusahaan bersifat otonom. "Holding seharusnya hanya berperan sebagai pemegang saham dan berfokus pada hal-hal strategik," kata Adig, dalam siaran persnya, Kamis (2/10). BUMN Perkebunan perlu belajar banyak dari korporasi multinasional yang memiliki wilayah operasi seluruh dunia. Memang BUMN Perkebunan tidak lagi bisa menggunakan cara-cara pengendalian seperti sekarang yang terlalu birokratis. Teknologi informasi sangat membantu pengendalian semua sistem operasi yang bersifat real time. Sudah seharusnya holding tidak terjebak urusan birokrasi terlalu jauh. Nasib gula?
Holding perkebunan harus sejahterakan karyawan
JAKARTA. Dalam menjalankan holding PTPN diperlukan transisi yang tidak mudah, khususnya adaptasi budaya mengingat masing-masing perusahaan yang tergabung memiliki keragaman budaya kental. Karyawan juga pasti merasa bahwa saat tempat mereka bekerja menjadi anak perusahaan, mereka tidak lagi berstatus sebagai karyawan BUMN. Adig Suwandi, praktisi agribisnis dan Senior Advisor Asosiasi Gula Indonesia (AGI) mengatakan, bagi sebagian orang, status sebagai karyawan BUMN ini penting sekaligus kebanggaan. Holding harus terus-menerus melakukan sosialisasi bahwa tujuan utama perusahaan dibentuk adalah meningkatkan kesejahteraan stakeholders, termasuk karyawan, secara berkelanjutan melalui optimalisasi pemanfaatan sumber daya dimiliki. Kesejahteraan akan terwujud bila perusahaan dapat menjalankan peran korporasinya dengan baik, mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan strategik lebih cepat yang terformulasikan ke dalam corporate action dan program, serta menghasilkan karyawan profesional. Rentang kendali yang terlalu luas juga bisa membuat holding kurang efektif dan bahkan terjebak birokrasi. Tetapi cara ini dapat diatasi melalui struktur organisasi yang lebih fleksibel karena masing-masing anak perusahaan bersifat otonom. "Holding seharusnya hanya berperan sebagai pemegang saham dan berfokus pada hal-hal strategik," kata Adig, dalam siaran persnya, Kamis (2/10). BUMN Perkebunan perlu belajar banyak dari korporasi multinasional yang memiliki wilayah operasi seluruh dunia. Memang BUMN Perkebunan tidak lagi bisa menggunakan cara-cara pengendalian seperti sekarang yang terlalu birokratis. Teknologi informasi sangat membantu pengendalian semua sistem operasi yang bersifat real time. Sudah seharusnya holding tidak terjebak urusan birokrasi terlalu jauh. Nasib gula?