KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah analis memproyeksikan efek holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor farmasi terhadap emiten farmasi pelat merah tidak akan langsung terasa dalam jangka pendek. Analis menilai, perlu waktu agar sejumlah emiten farmasi pelat merah memperbaiki kinerja fundamental dan sahamnya. Muhammad Wafi, Analis Bahana Sekuritas lebih memproyeksikan pada kinerja sahamnya. Menurutnya katalis positif bagi emiten farmasi BUMN seperti PT Kimia Farma Tbk (KAEF) dan PT Indofarma Tbk (INAF) dan PT Phapros Tbk (PEHA) baru bisa terasa 1,5 tahun ke depan. “Kemungkinan di awal 2021 kinerja valuasi saham kedua emiten ini bisa lebih baik,” jelasnya saat ditemui Kontan.co.id di Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (19/9).
Kedua, kapitalisasi pasarnya jelas beda. Menurut Wafi investor lebih memilih emiten dengan kapitalisasi pasar yang besar. Kapitalisasi pasar KAEF Rp 16,38 triliun, INAF Rp 5,44 triliun, PEHA Rp 1,17 triliun sedangkan KLBF Rp 78,98 triliun. Terakhir, dari sisi market share KLBF lebih besar dibanding KAEF waluapun KAEF dan INAF bersatu masih belum bisa menandingi market share Kalbe. Adapun KLBF gesit ekspansi organik dibanding dua perusahaan BUMN ini. Analis Oso Sekuritas Sukarno Alatas menambahkan terbentuknya holding farmasi akan membuat potensi kinerja emiten farmasi BUMN jauh lebih baik. “Kemungkinan valuasi sahamnya akan membaik inline ketika kinerja jauh lebih baik,” jelasnya. Untuk valuasi, saat ini dilihat dari Price Earning Ratio (PER) KAEF berada di 47,96 kali lebih besar dibanding PER industri farmasi ada di 21,22 kali. Jadi valuasinya masih mahal. Adapun untuk PER PEHA jauh di bawah rata-rata PER farmasi yakni di 8,8 kali. Kalau dilihat dari PBV INAF berada di posisi 11,52 kali sedangkan rata-rata PBV farmasi berada di 4,73 kali. Nah, dengan adanya holding ini bisa memberikan dampak positif ke perusahaan, tapi untuk saat ini Sukarno merekomendasikan investor untuk wait and see karena tren harga masih dalam penurunan. Investor juga mesti memperhatikan fundamental perusahaannya. Terkait likuiditas, Sukarno menjelaskan jika kinerja suatu saat menunjukkan perbaikan, maka ada potensi likuiditas ikut meningkat.