Holding Ultra Mikro masih terganjal 2 aturan ini, apa saja?



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo menjelaskan, masih terdapat dua pending issue pembahasan dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam pembentukan Holding Ultra Mikro yang melibatkan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), PT Pegadaian (Persero), dan PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PNM.

Pertama adalah, terkait persetujuan penggabungan anak usaha Pegadaian, yakni Galeri 24 yang memiliki bisnis tabungan emas, ke dalam holding. Kedua, yaitu mengenai pengajuan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) khusus untuk Pegadaian dan PNM.

Wamen yang akrab disapa Tiko ini mengungkapkan, terkait penggabungan anak usaha Pegadaian menjadi bagian holding belum bisa dilakukan lantaran masih terhambat regulasi.


Baca Juga: Holding ultra mikro masih terjagal aturan bank bullion dan BMPK

"Galeri 24 ini waktu persetujuan OJK masih di pending untuk 3 tahun ke depan karena konsep pengaturan OJK bahwa perbankan itu perusahaan non keuangan, dilarang menjadi bagian dari anak usaha perbankan. Ini kami sedang mencari aturan yang bisa menyesuaikan sehingga nantinya Galeri 24 ini tetap menjadi bagian dari holding ultra mikro," ujarnya, saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI, Rabu (22/9).

Pihaknya juga tengah menantikan aturan terkait pembentukan Bullion bank atau bank emas. Jika aturan pembentukan bullion bank telah tersedia, Kementerian BUMN akan mengajukan Pegadaian sebagai institusi pertama yang menjadi Bullion bank.

"Karena sebenarnya Pegadaian secara efektif sudah punya tabung emas tapi konsepnya masih titipan, belum tercatat di neraca. Kami sedang tunggu apabila ada aturan baru mengenai bank Bullion, tentunya kami akan mengajukan Pegadaian sebagai institusi pertama yang menjadi bank Bullion," katanya.

Selain itu, mengenai isu kedua mengenai Batas Maksimal Pemberian Kredit (BMPK) kepada pihak terkait yang nilainya hanya 10% dari modal. Dalam hal Holding Ultra Mikro, BRI hanya bisa menempatkan kredit ke Pegadaian dan PNM tak lebih dari 10% atas modal yang dimiliki BRI.

"Karena memang di aturan perbankan secara umum itu BMPK pihak terkait itu nilainya 10% dari modal. Dalam diskusi dengan OJK, kami sudah menyampaikan akan mengajukan pengecualian, bahwa khusus untuk Pegadaian dan PNM nantinya bisa mendapatkan BMPK setidaknya 30% dari modal BRI," kata Tiko.

Menurutnya, dengan modal BRI yang sekarang ini ada Rp 270 triliun, kalau BMPK porsinya 10% maka nilainya hanya Rp 27 triliun. Itu pun masih harus dibagi dengan anak-anak usaha BRI. Jadi kredit yang ditempatkan ke Pegadaian dan PNM terlalu kecil.

Baca Juga: Capai Rp 89,14 triliun, PNM salurkan pembiayaan untuk 10,8 juta nasabah PNM Mekaar

"Jadi kalau (BMPK) 30% tentunya kan bisa sampai Rp 100 triliun, itu dikhususkan, tentunya ke depannya room kita untuk men-support Pegadaian dan PNM agar bisa mendapatkan pembiayaan murah dari dana pihak ketiga BRI, tentunya akan sangat lebar dan akan sangat membantu untuk perkembangan Pegadaian-PNM ke depan, maupun untuk menurunkan cost of fund," jelasnya.

Pihaknya pun mengharapkan dukungan dari jajaran Komisi VI DPR RI sebagai mitra kerja Kementerian BUMN. Upaya tersebut tujuannya untuk menyalurkan dana murah kepada masyarakat.

"Kami mohon dukungan juga kepada Bapak Ibu sekalian agar diupayakan nanti kita bisa mendapatkan pengecualian BMPK khusus terkait dengan pembiayaan pihak terkait khusus Pegadaian dan PNM dari BRI, sehingga optimalisasi daripada pendanaan BRI untuk ke Pegadaian dan disalurkan, kemudian itu bisa menurunkan juga biaya dana buat masyarakat bisa benar-benar kita realisasikan dalam skala yang lebih besar lagi," ujar Tiko.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto