KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dua produsen mobil terbesar asal Jepang, Honda dan Nissan, dilaporkan tengah melakukan pembicaraan terkait potensi merger. Langkah ini dikabarkan muncul sebagai respons atas persaingan yang semakin ketat di industri otomotif global, terutama dalam pengembangan kendaraan listrik (EV) dan teknologi otonom. Berita ini pertama kali dilaporkan oleh surat kabar keuangan Jepang, Nikkei Asia, yang menyatakan bahwa merger ini dapat menjadi solusi strategis jangka panjang bagi kedua perusahaan.
Fokus pada Kolaborasi untuk Menjawab Tantangan Kendaraan Listrik
Dalam pernyataan resmi yang diberikan kepada media, baik Honda maupun Nissan tidak secara eksplisit membantah adanya pembicaraan merger ini. Kedua perusahaan menyatakan bahwa sejak Maret 2024, mereka memang tengah mengeksplorasi berbagai kemungkinan kolaborasi strategis untuk memanfaatkan kekuatan masing-masing.
Baca Juga: Honda Targetkan Penjualan Mobil Hybrid Global 1,3 Juta Unit pada 2030 "Seperti yang diumumkan pada Maret tahun ini, Honda dan Nissan sedang menjajaki berbagai peluang kolaborasi di masa depan dengan memanfaatkan keunggulan masing-masing perusahaan," ujar perwakilan kedua produsen otomotif tersebut. Pernyataan ini menegaskan bahwa sinergi di bidang riset dan pengembangan (R&D), khususnya untuk kendaraan listrik, menjadi prioritas utama. Kedua perusahaan telah menyepakati kerangka kemitraan strategis pada Agustus 2024 lalu, yang menekankan kerja sama dalam:
- Investasi bersama di bidang kendaraan listrik (EV).
- Pengembangan perangkat lunak untuk kendaraan generasi mendatang.
Mengapa Merger Honda dan Nissan Dianggap Logis?
Menurut Jessica Caldwell, Kepala Analisis di perusahaan riset otomotif Edmunds, merger antara Honda dan Nissan bukan sekadar solusi untuk tantangan jangka pendek, tetapi lebih sebagai strategi persiapan menuju masa depan industri otomotif. Caldwell menyatakan bahwa era elektrifikasi dan teknologi otonom memerlukan investasi besar, dan kolaborasi antara produsen otomotif menjadi langkah yang wajar. "Dengan meningkatnya persaingan dari produsen kendaraan listrik seperti Tesla dan para pemain asal Tiongkok, produsen yang lebih kecil harus berkolaborasi agar dapat bersaing di pasar global," ujar Caldwell. Caldwell menambahkan bahwa kolaborasi semacam ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi biaya, mempercepat pengembangan produk, dan memaksimalkan skala produksi.
Baca Juga: Investor Melengos dari China dan Melirik AS, Terpicu Kebijakan Tarif Trump Struktur Merger: Opsi Holding Company dan Keterlibatan Mitsubishi Motors
Laporan Nikkei Asia menyebutkan bahwa merger ini dapat dilakukan dengan mendirikan holding company yang menaungi Honda, Nissan, dan bahkan Mitsubishi Motors. Nissan saat ini memiliki 24% saham di Mitsubishi Motors, dan ketiga perusahaan telah menjalin kerja sama dalam pengembangan kendaraan listrik sejak Agustus 2024. Jika merger ini terealisasi, gabungan ketiga perusahaan ini diperkirakan akan mencapai penjualan 8 juta unit per tahun, menjadikannya produsen mobil terbesar ketiga di dunia, di bawah Toyota dan Volkswagen.
Produsen Otomotif Global | Penjualan Semester I 2024 |
Toyota | 5,2 juta unit |
Volkswagen | 4,35 juta unit |
Honda-Nissan-Mitsubishi | 4 juta unit |
Dengan kapasitas produksi yang lebih besar, merger ini diproyeksikan dapat meningkatkan daya saing Honda dan Nissan, terutama di tengah persaingan ketat di pasar kendaraan listrik global.
Baca Juga: Konferensi Pers Pertama, Trump Singgung Soal Drone, Perang, dan TikTok Tantangan dalam Bisnis Kendaraan Listrik
Industri kendaraan listrik memerlukan investasi modal yang sangat besar, terutama untuk:
- Pembangunan pabrik baterai dan infrastruktur pendukung.
- Pengembangan teknologi premium untuk kendaraan listrik.
Menurut K. Venkatesh Prasad, Kepala Inovasi di Center for Automotive Research, konsolidasi antara perusahaan otomotif besar adalah langkah logis untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan skala ekonomi. Prasad menekankan bahwa produsen mobil konvensional harus tetap menjaga profitabilitas kendaraan mesin pembakaran internal (ICE) untuk mendanai transisi menuju kendaraan listrik. "Konsolidasi memungkinkan perusahaan menciptakan volume produksi yang lebih besar, menekan biaya, dan berinvestasi pada pengembangan teknologi premium," ujar Prasad.
Potensi Hambatan Merger: Kebijakan AS dan Administrasi Trum
Selain tantangan internal, merger ini diperkirakan menghadapi hambatan eksternal, terutama dari kebijakan ekonomi AS. Presiden terpilih Donald Trump telah menyatakan niatnya untuk menerapkan kebijakan proteksionis, termasuk tarif impor sebesar 25% untuk kendaraan yang diproduksi di Meksiko dan Kanada.
Baca Juga: Honda Targetkan Penjualan Mobil Hybrid Global 1,3 Juta Unit pada 2030 Saat ini, baik Honda maupun Nissan memiliki fasilitas produksi di Meksiko dan Kanada. Selain itu, kebijakan pemerintahan Trump sebelumnya yang menekan industri otomotif Jepang juga menimbulkan kekhawatiran bahwa merger ini akan menghadapi pengawasan ketat di AS.
Honda memiliki 12 pabrik di AS sementara Nissan memiliki 3 pabrik di AS Potensi kebijakan tarif dari AS dapat mengganggu efisiensi produksi gabungan Honda-Nissan dan memaksa kedua perusahaan untuk melakukan negosiasi ulang terkait fasilitas produksi di wilayah tersebut.
Editor: Handoyo .