Hooq ramaikan pasar konten film



JAKARTA. Satu lagi pemain layanan hiburan film masuk ke pasar Indonesia. Setelah Netflix serta Tribe, kini giliran Hooq siap meramaikan persaingan di bisnis hiburan sesuai permintaan konsumen (movie on demand).  

Indonesia menjadi negara keempat yang Hooq sambangi, setelah Filipina, Thailand serta India. Pilihan Indonesia in tergolong masuk akal lantaran sebagai salah satu negara terpada di Asia.

Maklum, perusahaan yang berbasis di Singapura ini punya ambisi bisa menggapai miliaran penduduk di Asia ke depannya.


Perusahaan yang baru berdiri Januari 2015 ini merupakan usaha patungan antara Singtel, Warner Bros dan Sony Pictures. Ketiga perusahaan ini sudah menyiapkan berinvestasi US$ 100 juta untuk mengembangkan bisnis Hooq di Asia. Sekitar 80%nya untuk investasi konten yang menjadi nyawa dari bisnis ini. "Kami akan menampilkan film dari Hollywood serta lokal," kata Peter Bithos, Chief Executive Officer Hooq dalam peresmian Hooq, Kamis (14/4).

Peter bilang, pihaknya butuh waktu hingga enam bulan untuk menyiapkan ekspansi ke pasar tanah air. Salah satu persiapannya adalah persoalan subtitle film asing ke dalam Bahasa Indonesia. Jadi nanti, semua film asing yang ada di Hooq, baik itu film Hollywood dan non Amerika bakal ada subtitle Bahasa Indonesia.

Selain itu ada lagi soal skema pembayaran film. Beruntung, salah satu pemilik Hooq adalah Singtel, perusahaan telekomunikasi asal Singapura yang punya saham 35% saham PT Telekomunikasi Selluler (Telkomsel). Sehingga memudahkan dalam bernegosiasi dengan sejumlah operator seluler di Indonesia.

Alhasil, pembayaran Hooq  pun nanti cukup berasal dari pulsa  para operator seluler. Seperti Telkomsel, XL Axiata, Indosat, Smartfren dan Hutchison 3 Indonesia. Tarif yang Hooq pasang adalah Rp 49.500 per bulan. "Itu untuk seluruh layanan yang kami berikan," timpal Guntur Siboro, Country Head Hooq Indonesia.

Untuk saat ini Hooq sudah menyiapkan sekitar 1.000 film asing serta 6.000 konten film asal Indonesia. Banyaknya film Indonesia ini bukan tanpa asalan. Dari riset, kata Guntur,  banyak penonton film Indonesia lebih suka menonton secara pribadi, bisa via DVD atau gadget, ketimbang menonton di bioskop.

Sayang, baik Peter dan Guntur tidak merinci target bisnis dari Hooq di Indonesia. "Untuk target, kami ingin setiap penduduk Indonesia punya konten Hooq," katanya.

Guntur berharap, Hooq Indonesia bisa memberi kontribusi signifikan bagi Hooq. "Siapa tahu bisa memberi kontribusi kedua terbesar setelah India," ucapnya.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Markus Sumartomjon