MANADO. PT Pertamina (Persero) menegaskan, pemasaran bahan bakar minyak (BBM) cenderung stagnan di tahun depan. Namun, Pertamina akan mengkaji ulang harga tersebut per tiga bulan. Direktur Utama Dwi Soetjipto menegaskan, pada tahun depan selama tiga bulan pertama harga BBM akan stabil. Hal ini mengingat kondisi daya beli masyarakat yang masih turun. Padahal, Pertamina menghadapi kenaikan harga minyak mentah dunia yang saat ini berada di kisaran di atas 50 dollar AS per barel.
"Di tahun depan, kami menekankan aspek efisiensi. Tekanan di harga jual BBM. Jadi di tahun depan kami estimasi profit akan naik sekitar 5%," kata Dwi kepada wartawan di Manado, Selasa (27/12) malam. Dia menjelaskan, pemerintah sangat mengerti kondisi masyarakat Indonesia yang saat ini mengalami penurunan daya beli. Sehingga pemerintah berupaya untuk menahan kenaikan harga BBM. Pertamina, lanjut Dwi, dalam hal ini jadi
economic driver. Sehingga untuk meningkatkan profit, Pertamina harus meningkatkan sisi
upstream (hulu). "Kemungkinan tiga bulan (BBM) stagnan sampai dengan April, pemerintah akan mengevaluasi per tiga bulan, jadi Pertamina menyiapkan diri selama tiga bulan," kata Dwi. Dari sisi global, masih sulit menebak ke mana arah ekonomi global. Lalu dengan adanya kesepakatan OPEC akan pembatasan produksi minyak, harga minyak kemudian naik signifikan. Tapi, lanjut Dwi, sejumlah negara malah meningkatkan produksi, termasuk negara anggota OPEC, jadi harga minyak juga belum tahu akan bagaimana. "Oleh karena itu, kami mengerti alasan pemerintah untuk tidak menaikkan harga BBM.
Sekadar informasi, saat ini, harga jual minyak tanah Rp 2.500 per liter, solar Rp 5.150 per liter, dan Premium Rp 6.450 per liter. Harga tersebut berlaku sejak 1 April 2016 dan akan berlanjut hingga 31 Maret 2017. Pada akhir Maret 2017, pemerintah akan mengevaluasi kembali harga BBM. Saat ini rata-rata konsumsi harian Premium 39.500 kiloliter (kl) per hari, Pertalite 31.800 kl, Pertamax 14.900 kl, dan solar 36.000 kl per hari. (Aprillia Ika) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie