JAKARTA. Meski pemerintah memutuskan untuk memberikan single tarif dan menghapuskan skema disinsentif seperti yang dimaui sejumlah kalangan pengusaha, nyatanya efek kenaikan biaya tetap memberatkan sebagian pengusaha.Muhdi Agustianto, Director of Engineering Hotel Sultan yang juga pengurus Asosiasi Pengusaha Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mengatakan walau disinsentif dihilangkan namun dengan perhitungan yang baru, sebagian industri hotel justru merasakan efek kenaikan diatas 17%. "Dengan dihapusnya disinsentif dan kenaikan TDL 15%, beban biaya yang harus kami tanggung ternyata meningkat 17%," kata Muhdi kepada KONTAN akhir pekan kemarin.Sebelumnya, kebijakan disinsentif energi itu dikenakan pada para pelanggan yang rata-rata konsumsi waktu beban puncak (WBP) listrik hariannya melebihi setengah dari total kapasitas daya yang mereka miliki. Sekedar contoh, jika di sebuah hotel terpasang 6.600 KVA, waktu beban puncak, sejatinya hotel itu maksimal hanya boleh menggunakan listrik 3.300 KVA.Apabila ternyata penggunaan listrik sebesar 5.100 KVA atau melebihi 3.300 KVA, hotel itu akan terkena tarif disinsentif. Jika tagihan bulanannya sebesar Rp 1,9 miliar, pelanggan itu akan terkena tarif disinsentif energi sebesar Rp 208 juta atau 10,69 persen dari total tagihannya.Padahal berdasarkan pengumuman resmi dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Darwin Zahedy Saleh, industri hotel dengan kapasitas di atas 200.000 VA harusnya hanya mendapat kenaikan 15% saja.Muhdi menjelaskan pihaknya telah melakukan sejumlah simulasi perhitungan. "Sudah otak-atik skema biaya yang harus dikeluarkan, tetap tak bisa berada di kisaran 10% seperti yang diklaim sejumlah pihak," katanya. Ia mengatakan, rata-rata industri perhotelan dan restoran mengalami kenaikkan biaya riil di atas 15%.Meski demikian, ia mengaku tak mau buru-buru mengambil langkah. Pihaknya hanya berharap agar Keputusan Presiden yang mengatur detil penerapan kenaikan TDL bisa segera keluar. "Dengan tarif baru banyak hal seperti jam nyala, tarif per KWH, maupun waktu beban puncak yang perlu diperjelas," kata dia. Ia juga tetap menghimbau pengambilan kebijakan penghematan bagi semua kalangan sebagai langkah menjaga pasokan listrik jangka panjang.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Hotel Tanggung Beban Biaya Listrik 17%
JAKARTA. Meski pemerintah memutuskan untuk memberikan single tarif dan menghapuskan skema disinsentif seperti yang dimaui sejumlah kalangan pengusaha, nyatanya efek kenaikan biaya tetap memberatkan sebagian pengusaha.Muhdi Agustianto, Director of Engineering Hotel Sultan yang juga pengurus Asosiasi Pengusaha Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mengatakan walau disinsentif dihilangkan namun dengan perhitungan yang baru, sebagian industri hotel justru merasakan efek kenaikan diatas 17%. "Dengan dihapusnya disinsentif dan kenaikan TDL 15%, beban biaya yang harus kami tanggung ternyata meningkat 17%," kata Muhdi kepada KONTAN akhir pekan kemarin.Sebelumnya, kebijakan disinsentif energi itu dikenakan pada para pelanggan yang rata-rata konsumsi waktu beban puncak (WBP) listrik hariannya melebihi setengah dari total kapasitas daya yang mereka miliki. Sekedar contoh, jika di sebuah hotel terpasang 6.600 KVA, waktu beban puncak, sejatinya hotel itu maksimal hanya boleh menggunakan listrik 3.300 KVA.Apabila ternyata penggunaan listrik sebesar 5.100 KVA atau melebihi 3.300 KVA, hotel itu akan terkena tarif disinsentif. Jika tagihan bulanannya sebesar Rp 1,9 miliar, pelanggan itu akan terkena tarif disinsentif energi sebesar Rp 208 juta atau 10,69 persen dari total tagihannya.Padahal berdasarkan pengumuman resmi dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Darwin Zahedy Saleh, industri hotel dengan kapasitas di atas 200.000 VA harusnya hanya mendapat kenaikan 15% saja.Muhdi menjelaskan pihaknya telah melakukan sejumlah simulasi perhitungan. "Sudah otak-atik skema biaya yang harus dikeluarkan, tetap tak bisa berada di kisaran 10% seperti yang diklaim sejumlah pihak," katanya. Ia mengatakan, rata-rata industri perhotelan dan restoran mengalami kenaikkan biaya riil di atas 15%.Meski demikian, ia mengaku tak mau buru-buru mengambil langkah. Pihaknya hanya berharap agar Keputusan Presiden yang mengatur detil penerapan kenaikan TDL bisa segera keluar. "Dengan tarif baru banyak hal seperti jam nyala, tarif per KWH, maupun waktu beban puncak yang perlu diperjelas," kata dia. Ia juga tetap menghimbau pengambilan kebijakan penghematan bagi semua kalangan sebagai langkah menjaga pasokan listrik jangka panjang.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News