Hotman Paris mengaku kehilangan miliaran rupiah dari kasus investasi bodong! Kok bisa



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengacara kondang Hotman Paris Hutapea mengaku kehilangan miliaran rupiah karena maraknya kasus investasi bodong dalam beberapa waktu terakhir ini.

Tapi tunggu dulu, duit miliaran rupiah yang hilang ini bukan lantaran Hotman Paris menjadi salah satu korban penipuan investasi bodong ya, tapi kehilangan potensi fee dari penanganan kasus investasi bodong ini.

"Kasus investasi bodong saya rugi miliaran, Mengapa? Karena hampir semua konglomerat investasi bodong itu datang ke saya minta untuk menjadi pengacaranya," kata Hotman Paris Hutapea web binar Era Ascot Talk Show Hukum Restrukturisasi dan Kepailitan yang di gelar Jumat 31 Juli 2020 siang. 


Mengapa Hotman Paris pilih menolak untuk menjadi pengacara konglomerat terebut? Salah atunya karena pertimbangan profesional. 

Bukan apa-apa, sebelum kedatangan para konglomerat tersebut Hotman Paris sudah terlebih dahulu memberikan nasihat hukum gratis kepada masyarakat yang telah menjadi korban investasi bodong tersebut. 

"Nasihat hukum saya berikan kepada rakyat-rakyat korban invetasi bodong itu di Kopi Joni," terang Hotman Paris Hutapea. Seperti kita tahu sebelum adanya pandemi corona, Pengacara Kondang Hotman Paris Hutapea setiap akhir pekan menyempatkan diri untuk memberikan konsultasi hukum secara gratis kepada masyarkat di salah satu warung kopi di kawasan Kelapa Gading, dekat tempat ia berkantor, yakni Kopi Joni.

Bahkan Hotman Paris Hutapea menceritakan pernah ada sekumpulan ibu-ibu warga negara Korea yang jumlahnya sekitar 30-an orang mengadu kepada dirinya karena terjebak investasi bodong. 

"Dan saya berikan konsultasi gratis terkait asuransi jiwa. Sehingga saya tidak bisa mewakili konglomeratnya.," kata Hotman Paris Hutapea.

Padahal dalam kalkulasi Hotman Paris Hutapea, kalau dirinya menjadi kuasa hukum dari konglomeratnya dalam kasus investasi bodong ini, maka ia akan mendapatkan penghasilan atau fee yang besar.

"Minimum saya bisa dapat Rp 5 miliar untuk menjadi pengacara (konlgomerat) investasi bodong yang nilai pokoknya mencapai puluhan triliun rupiah," tandas Hotman Paris.

Bagi Hotman Paris pada kondisi seperti ini dirinya harus menentukan pilihan. " Tapi ini pilihan hidup. Karena kalau saya ambil saya bisa dibilang rakus dan bisa dipecat dari pengacara karena melanggar kode etik akibat karena terima (konsultasi) dari sana dan sini," kata Hotman Paris.

Hotman Paris menceritakan dirinya pernah mendapatkan keluhan satu keluarga yang tinggal di wilayah Pantai Indah Kapuk (PIK) karena dana mereka terjerat Rp 200 miliar investasi bodong. 

Pada saat itu ia mendapatkan pertanyaan yang sama apa untung ruginya ikut Penyelesaian Kewajiban Pemayaran Utang (PKPU) dalam kasus investasi bodong seperti ini. Lalu Hotman mengibaratkan PKPU tidak ada bedanya dengan dua orang ketemu di warung bikin perjanjian perdamaian. 

"Kalau tidak dipenuhi dapat kreditur apa? Ya tidak dapat apa-apa kalau memang hartanya sudah tidak ada," kata Hotman Paris Hutapea. 

Bagi Hotman perjanjian perdamaian di warung yang ia ilustrasikan tersebut tak ada bedanya dengan PKPU di Pegadilan Niaga. "Bedanya hanya mendapatkan cap dari pengadilan," kata Hotman. 

Lalu Hotman paris menyitir salah satu kasus yang saat ini terjadi di masyarakat yang tidak ia sebutkan secara spesfik namanya.

"Ada koperasi yang izinya sudah dicabut, yang mengajukan PKPU dia, usahanya sudah tidak ada tapi mengajukan PKPU. Kalaupun ia janji untuk membayar, tidak akan ada efektivitasnya," terang Hotman Paris. 

Karena secara perdata berapa triliun rupiah pun yang di perjanjikan maka tidak bisa dipidana kalau tidak bisa bayar. Jalan satu-satunya yang bisa dilakukan oleh korban adalah mencari harta dari debitur untuk didaftarkan ke Pengadilan sebagai harta yang dijaminkan. 

"PKPU di pengadilan tak ada artinya kalau tidak ada hartanya," kata Hotman. 

Ia menconotohkan kasus ibadah umrah bodong First Travel yang bahkan sudah menang voting untuk menyetujui PKPU.  Tapi polisi sudah terlebih dahulu menyita seluruh harta First Travel. Pada kasus itu Polisi bergerak cepat karena demi kepentingan umum dan kasus itu mendapat perhatian besar dari Mabes Polri untuk  membantu rakyat kecil.

Lalu yang menjadi pertanyaanya adalah upaya apa yang bisa dilakukan oleh investor di kasus investasi bodong? 

Menurut pendapat Hotman, korban investasi bodon bisa melakukan gugatan dengan delik dugaan melakukan pidana perbankan dan penipuan. 

Tapi tantanganya adalah saat proses di kepolisian investor biasanya jalan sendiri-sendiri melawan konglomerat sehingga tidak kuat. 

"Dalam beberapa kasus Polisi bertindak baik seperti di kasus Jiwasraya, bahkan Kejaksaan Agung sudah menyita harta yang nilainya lebih besar ketimbang potensi kerugian negara," terang Hotman. 

Pada kasus Jiwasraya ini Hotman Paris menyatakan dirinya menjadi penasehat hukum bagi tiga perusahaan manajer investasi yang sudah menjadi tersangka korporasi. 

Tapi kasus gugatan pidana dalam kasus investasi bodong seperti ini juga tidak menjamin bisa menguntungkan investor.

Misalnya di kasus First Travel harta yang berhasil disita oleh Kepolisian, dalam putusan Majalis Hakim menyatakan harta disita untuk negara sehingga korban gigit jari. 

Meskipun demikian menurut pendapat Hotman Paris kalau harta sudah disita secara pidana, maka tidak akan bisa lepas sampai perkaranya final. 

Hanya saja. "Ini masalahnya First Travel seperti harta final yang bisa dibagi untuk korban tapi hakim memakai pasal disita untuk negara. 

Artnya benda atau harta yang sudah disita dalam proses pidana harus menunggu amar putusan dari Majelis Hakim barang diberikan haknya untuk siapa. 

Kalau pada kasus-kasus investasi bodong seperti ini polisi dan jaksa bertindak cepat untuk menyita harta bukan tidak mungkin harta korban bisa dikembalikan sebagian, asalkan dalam tuntutanya Jaksa juga meminta hakim agar barang hasil sitaan dibagi-bagikan kepada para korban.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Syamsul Azhar