Houthi Siap Bajak Lebih Banyak Kapal Israel di Laut Merah



KONTAN.CO.ID - Pasukan pemberontak Houthi pada hari Rabu (22/11) berjanji akan membajak lebih banyak kapal Israel di Laut Merah. Menurut mereka, setiap kapal yang melintasi Selat Bab Al-Mandab adalah target yang sah.

Peringatan tersebut disampaikan Houthi menyusul aksi mereka membajak sebuah kapal kargo yang terkait dengan Israel pada hari Minggu (19/11) lalu. Insiden ini diprediksi akan membuka pintu konflik baru dalam perang di Gaza.

Houthi sendiri telah mendeklarasikan diri mereka sebagai bagian dari poros perlawanan atau axis of resistance dan proksi Iran. Mereka juga telah meluncurkan serangan drone dan rudal ke arah Israel.


Baca Juga: Houthi Yaman Menyatakan Siap Bantu Palestina Melawan Israel

Houthi, melalui media militernya di X, menampilkan video yang menunjukkan komandan angkatan laut mereka, Jenderal Mohammad Fadl Abdelnabi, berada di atas kapal Israel yang mereka bajak.

Jenderal Abdelnabi dalam video tersebut mengatakan bahwa sekutu Zionis Israel yang mengirimkan pasokan melalui Selat Bab Al-Mandab juga merupakan target sah mereka.

"Kami mengatakan kepada entitas Zionis bahwa Bab Al-Mandab adalah garis merah. Setiap kapal sipil atau militer yang berhubungan dengan Israel dianggap sebagai target yang sah," ungkapnya, dikutip Arab News.

Baca Juga: Kelompok Houthi Yaman akan Menyerang Kapal-Kapal Israel di Laut Merah

Selat tersebut merupakan jalur yang vital, terletak di antara Yaman dan Djibouti yang dilalui oleh sebagian besar lalu lintas maritim dunia.

Selat Bab Al-Mandab juga menjadi salah satu jalur pelayaran tersibuk di dunia yang dilintasi seperlima konsumsi minyak global.

Merespons pembajakan kapal mereka oleh Houthi, militer Israel mengatakan bahwa insiden tersebut adalah insiden yang sangat serius yang menimbulkan konsekuensi tingkat global.

Militer Israel menambahkan, kapal yang dibajak Houthi berlayar dari Turki menuju India tanpa ada satu pun orang Israel di dalamnya.

Mendukung sekutunya, pejabar militer AS mengatakan tindakan tersebut merupakan pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional. Namun AS belum menunjukkan tanda akan bertindak.