HPP cenderung turun, Pengamat energi: Tarif listrik bisa ikut turun di awal 2020



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif listrik hingga akhir 2019 menyebabkan Harga Pokok Penyediaan (HPP) listrik lebih tinggi daripada tarif listrik ditetapkan pada tahun 2017-2019. Sebagai konsekuensinya, pemerintah harus mengalokasikan dana kompensasi sebesar Rp 7,45 triliun dan subsidi sebesar Rp. 15,72 triliun yang dibebankan pada APBN tahun berjalan.

Untuk mengurangi beban APBN pada tahun 2020, pemerintah akan menyesuaikan tarif listrik melalui penerapan automatic adjustment bagi 12 golongan pelanggan listrik. Dasar yang digunakan dalam varibel penentu HPP, terdiri dari: Indonesian Crude Price (ICP), inflasi, dan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) serta harga energi primer.

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menyampaikan, penyesuaian tarif listrik otomatis berdasarkan variabel penentu tersebut bisa menyebabkan tarif listrik naik, tetapi bisa pula menjadikan tarif listrik turun dibandingkan sebelumnya. Sebab, naik turunnya tarif tergantung dari besaran variabel penentu tersebut.


"Kalau mencermati HPP listrik pada saat ini tampaknya besaran semua variabel penentu itu akan menurunkan besaran HPP listrik," kata Fahmy melalui keterangan tertulisnya, Senin (8/7).

Fahmy menguraikan, kurs tengah rupiah terhadap dollar AS selama bulan Juli 2019 cenderung menguat mencapai rata-rata Rp 14.148, lebih kuat ketimbang asumsi APBN 2019 dan RKAP PLN yang ditetapkan sebesar Rp 15.000 per satu dollar AS.

Begitu pula dengan ICP yang cenderung turun pada kisaran US$ 61 per barel, lebih rendah dibandingkan dengan harga asumsi ICP di APBN yang ditetapkan sebesar US$ 70 per barel. Sementara inflasi Juli diprediksikan juga rendah diramalkan hanya 0,12% per bulan, atau sekitar 3,12% yoy sepanjang 2019.

"Selain ketiga indikator itu, biaya energi primer yang menentukan HPP listrik cenderung tetap, bahkan beberapa beberapa harga energi primer mengalami penurunan," sambung Fahmy.

Menurut Fahmy, penetapan Domestic Market Obligation (DMO) harga Batubara yang dijual kepada PLN sebesar US$ 70 per ton yang diberlakukan per 12 Maret 2018 hingga sekarang bisa membuat beban HPP listrik dapat diturunkan.

Lebih lanjut, harga gas yang merupakan energi primer lainnya ditetapkan 8% dari di mulut sumur gas atau maksimum 14,5% di plant gate pembangkit listrik, sehingga harganya lebih rendah. 

"Efisiensi yang dilakukan PLN, seperti susut jaringan dan operasional keuangan, juga telah menurunkan HPP listrik selama 2019," ungkapnya.

Berdasarkan variabel tersebut, jelas Fahmy, maka HPP listrik mestinya mengalami penurunan yang signifikan. Menurut Fahmy, dengan penurunan HPP listrik itu, penetapan tarif dengan menggunakan automatic adjustment mestinya akan menurunkan tarif listrik pada 2020.

"Turunnya tarif listrik pada 2020 akan memberikan berbagai keuntungan bagi konsumen dan perekonomian Indonesia," katanya.

Fahmy menilai, penurunan tarif listrik juga akan semakin menurunkan tingkat inflasi, sehingga dapat menurunkan harga-harga kebutuhan pokok. Bagi konsumen industri, penurunan tarif listrik akan menurunkan harga pokok penjualan produk dan jasa, sehingga dapat meningkatkan daya saing produk dan jasa di pasar dalam negeri, maupun pasar ekspor.

Fahmy juga menekankan, penurunan tarif yang didasarkan atas penurunan HPP listrik tidak akan merugikan bagi PLN. Bahkan, ia menilai PLN masih akan memperoleh margin dari penjualan setrum yang tarif listrik ditetapkan di atas HPP listrik.

"Dengan adanya berbagai keuntungan itu dan PLN masih memperoleh margin, maka tarif listrik harus diturunkan pada awal 2020 mendatang," tandas Fahmy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi