HPV DNA Jadi Metode Baru Deteksi Dini Kanker Leher Rahim



KONTAN.CO.ID - Hingga saat ini Kanker masih menjadi salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia, dimana hampir 70% kematian kanker terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia. Pada tahun 2020 tercatat 10.000.000 kematian yang disebabkan oleh kanker.

Di Indonesia, kanker leher rahim dan kanker payudara menjadi dua kanker terbanyak jumlah kasusnya 65.858 atau 16,6% untuk kanker payudara dan 36.633 untuk kanker leher rahim. Sekaligus menjadi penyakit katastropik dengan pembiayaan terbesar kedua dengan estimasi Rp. 3.5 Triliun.

“30-50% kematian akibat kanker masih bisa dapat dicegah dengan menghindari faktor resiko dan melakukan deteksi dini secara berkala” kata Direktur Jenderal P2P Kementerian Kesehatan Dr. Maxi Rein Rondonuwu di Jakarta, Kamis (2/2).


Kanker anak juga jadi masalah kesehatan dunia termasuk di Indonesia. Setiap tahunnya diestimasi 400 ribu anak terkena kanker di Dunia. Sementara di Indonesia sebanyak 11 ribu kasus baru kanker pada anak dengan kasus terbanyak adalah leukemia.

Untuk mempercepat Deteksi dini kanker rahim, mulai tahun 2023 Kementerian Kesehatan juga akan menggunakan Metode HPV DNA, memanfaatkan PCR Test yang sudah dimiliki. Langkah ini merupakan upaya untuk deteksi stadium kanker lebih cepat.

“Langkah ini menemukan lebih dini lagi stadium kankernya dibandingkan IVA, mulai bulan ini piloting di DKI jakarta, mulai diterapkan teknologi terbarunya” ungkap dirjen Maxi.

Pada tahap awal program deteksi dengan DNA HPV dilakukan di Provinsi DKI Jakarta (Sudin Jakarta Pusat, Sudin Jakarta Selatan, Sudin Jakarta Barat, Sudin Jakarta Timur dan Sudin Jakarta Utara) sebanyak 8.000 test. Lokasi DKI Jakarta dipilih dengan pertimbangan, ketersediaan sarana dan prasarana yang mendukung, pemerataan SDM, cakupan pemeriksaan IVA relatif lebih baik dan dukungan pemerintah daerah.

Metode IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) untuk deteksi dini tetap diterapkan, khususnya pada usia wanita 30-50 tahun yang sudah pernah melakukan hubungan seksual, dengan interval pemeriksaan setiap 3 tahun sekali untuk melihat adanya tanda kanker pada Leher Rahim.

Untuk kanker payudara dapat melakukan pengecekan dengan metode SADANIS (Pemeriksaan Payudara Secara Klinis) dan SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri) setiap bulannya dengan cara USG yang dilakukan oleh tenaga kesehatan, pemeriksaan setiap 3 tahun sekali. Penemuan kanker payudara secara dini bisa jadi penanganan lebih cepat dan tepat untuk kesembuhannya. Pelayanan kesehatan masyarakat pun akan mengupayakan metode ini berjalan dengan baik.

“Harapannya, penanganan yang cepat dan tepat dapat meningkatkan angka kesembuhan yang tinggi dan mortalitas yang rendah” ujar Dirjen Maxi

Terkait dengan penanganan kanker di fasilitas pelayanan kesehatan adalah pasien bisa datang pada stadium awal. Berdasarkan data di RS kanker Dharmais, untuk kasus kanker payudara saja yang menjalani pengobatan di RS Dharmais, sebanyak 72.3% merupakan kasus dengan stadium lanjut atau 3 ke atas.

Specialist Bedah Surgical Oncologist Konsultan dari RS. Kanker Dharmais dr. Rian Fabian Sofya mengatakan semakin tinggi stadium berbanding terbalik dengan angka kesintasan. Sementara untuk beban pembiayaan meningkat.

“Untuk pasien stadium 3, tingkat kesintasan (bertahan hidup) 10 tahun kurang dari 50%” ujarnya.

Menurut dr. Rian, selain kesadaran masyarakat untuk melaksanakan SADARI, maka diperlukan pelatihan khususnya bagi dokter umum untuk meningkatkan pengetahuan dan kapabilitas untuk melakukan deteksi dini Kanker

“Pelatihan untuk melakukan tindakan sadanis serta USG, sehingga mereka bisa menentukan juga apakah ini dirujuknya tepat kemana untuk langkah berikutnya” jelasnya.

Peringatan kanker sedunia pada tanggal 4 Februari 2023 ini menjadi momentum peringatan bagi kita Bersama, bahwa kanker masih jadi masalah di masyarakat. Tema close the gap berfokus pada satukan kata dan langkah dalam penanganan kanker, bersinergi dan berkolaborasi dalam penanggulangan kanker di Indonesia.

Baca Juga: Penyebab Kanker Serviks, Gejala, dan Pencegahannya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti